BERITA
Trending

Rudiantara: Keterbukaan Infomasi Bukan Lagi Kewajiban, Tapi Sudah Menjadi Kebutuhan

Bali, BUMN TRACK – Penyebaran informasi terjadi begitu cepat. Terlebih, saat ini dunia masuk ke ranah network society atau masyarakat jejaring, menyebabkan arus informasi yang melintas di ranah digital kian tak terbendung.

Di era tersebut, komunikasi berkembang melibatkan robot, Artificial Intelligence (AI) ataupun Internet of Things (IOT). Perubahan ini layak terjadi dengan adanya infrastruktur digital.

Menyikapi kondisi tersebut, keterbukaan informasi bagi badan publik maupun pimpinan perusahaan/organisasi saat ini bukan lagi merupakan sebuah kewajiban melainkan menjadi kebutuhan. Pemanfaatan dunia digital sebagai enabler merupakan langkah tepat untuk mencapai kebutuhan.

Demikian disampaikan Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informatika 2014-2019 sekaligus Ketua Dewan Juri Penghargaan Keterbukaan Informasi Publik 2023, dalam seminar bertajuk “Digital 5.0 Keterbukaan Informasi Publik 2023” di Ayodya Resort, Bali, Jumat (27/10).

Merujuk Data Never Sleep 10.0, Global Digital Headline mencatat penggunaan media sosial dalam hitungan per menit, diantaranya facebook terdapat 1,7 juta posting, Instagram ada 66 ribu foto, twitter 350 ribu tweets, upload video youtube sebanyak 500 jam.

Sementara di Indonesia, dari jumlah polulasi 276,4 juta penduduk, terdapat 353,8 orang yang terkoneksi dengan telepon genggam, 212,9 juta pengguna internet dan 167 juta penduduk yang aktif menggunakan media sosial.

“Dampaknya, semakin ke sini masyarakat network society semakin renggang untuk silaturahmi langsung. Akan banyak melakukan aktivitas komunikasi melalui online system,” ungkap Rudiantara.

Dalam paparannya, ia menyampaikan bahwa pemanfaatan metode digital dengan cara baru bisa digunakan untuk meningkatkan nilai tambah. Ia pun mengusung contoh pimpinan BUMN yang telah mengubah mindset bahwa keterbukaan informasi telah menjadi sebuah kebutuhan, sehingga aksi korporasi harus diketahui oleh orang banyak.

Mereka adalah Nicke Widyawati Direktur Utama PT Pertamina dan Faizal R.Djoemadi selaku Direktur Utama PT POS Indonesia yang mendapat engagement cukup tinggi dari publik atas keterbukaan informasi yang dilakukan melalui sosial media.

“Saya ambil contoh pimpinan BUMN yang bukan dari Perusahaan Tbk, yang notabene tidak memiliki kewajiban untuk melakukan keterbukaan informasi terkait kinerja perusahaan, tapi mereka melakukan itu di media sosial dan mendapat engagement cukup tinggi dari stakeholder,” ungkap Rudiantara.

Menurutnya, bukan hanya soal jumlah postingan atau pengikut, yang terpenting adalah seberapa besar keterkaitan antara informasi yang ditayangkan dengan tingkat kepuasan publik dan respons stakeholders.

“Ibu Nicke selalu memposting kegiatannya sebagai dirut Pertamina. Hal ini menarik karena aksi korporasi yang mungkin dulu dirahasiakan sekarang justru dibuka ke publik lewat akun media sosial. Begitupula yang dilakukan Dirut PT POS yang cukup rutin memposting aktivitas pribadi maupun program perusahaan dengan pendekatan teknologi dan kreativitas yang sangat bagus sehingga mengingkatkan jumlah engagement,” ungkap Rudiantara.

Ia menegaskan, meski tidak mudah namun mindset ini harus diubah. Yakni menjadikan keterbukaan informasi bukan lagi sebuah kewajiban tapi sudah menjadi kebutuhan tiap badan publik dan para pemimpinnya untuk menciptakan nilai tambah.

Artikel Terkait

Back to top button