Jakarta, Bumntrack.co.id – UOB Indonesia merilis temuan dari UOB Business Outlook Study 2025 (SMEs and Large Enterprises) yang menunjukkan bahwa separuh pelaku usaha di Indonesia tetap optimis meski menghadapi tekanan ekonomi global, seperti inflasi yang meningkat dan dampak dari tarif impor baru dari AS.
Fokus utama dunia usaha kini tertuju pada transformasi digital, keberlanjutan, dan ekspansi ke pasar internasional.
Studi ini melibatkan lebih dari 535 responden pelaku UKM dan korporasi di Indonesia, memberikan gambaran komprehensif mengenai bagaimana para pemimpin bisnis menyikapi situasi yang terus berubah.
Sentimen bisnis menunjukkan hasil yang beragam, terutama pasca pengumuman tarif baru AS pada April 2025. Hanya satu dari dua pelaku usaha yang masih optimis terhadap prospek bisnis di 2025, turun drastis dari 90 persen pada tahun sebelumnya.
Optimisme keseluruhan pun menurun, dengan sedikit lebih dari separuh perusahaan yang masih melihat prospek positif. Biaya operasional yang meningkat, inflasi, dan suku bunga tinggi menjadi kekhawatiran utama; 51 persen pelaku usaha memperkirakan inflasi akan terus naik, dan 52 persen memprediksi kenaikan signifikan pada harga bahan baku. Sebagai respons, banyak perusahaan kini meninjau kembali strategi bisnis untuk tetap unggul dan mendiversifikasi sumber pendapatan.
“UOB Business Outlook Study 2025 menunjukkan ketahanan dan kemampuan adaptasi dunia usaha Indonesia di tengah perubahan global. Meski ada kehati-hatian akibat faktor eksternal seperti tarif AS, kami melihat komitmen kuat terhadap digitalisasi dan praktik berkelanjutan. Dalam situasi seperti ini, efisiensi, daya saing, dan investasi menjadi kunci. UOB Indonesia siap mendampingi para pelaku usaha dengan solusi keuangan yang tepat dan panduan ahli untuk memanfaatkan peluang pertumbuhan di tengah perubahan ini,” jelas Harapman Kasan, Direktur Wholesale Banking, UOB Indonesia dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (16/6/25).
Menurutnya, digitalisasi menjadi prioritas utama bagi pelaku usaha dalam meningkatkan efisiensi operasional dan mendorong pertumbuhan.
Studi menunjukkan dua dari tiga perusahaan berencana meningkatkan belanja digital sebesar 10–25 persen di 2025, bahkan satu dari lima perusahaan merencanakan kenaikan hingga 50 persen.
Fokus utama dari digitalisasi tahun ini adalah perlindungan dan keamanan data yang lebih baik, sementara performa bisnis tetap stabil. Adopsi teknologi finansial juga sangat tinggi, dengan 94 persen perusahaan telah atau berencana menggunakan teknologi finansial, terutama untuk keperluan investasi, keuangan, dan akuntansi.
Pasca pengumuman tarif baru AS, lebih dari separuh pelaku usaha (baik skala kecil – 56 persen, maupun skala menengah – 64 persen) mulai mengimplementasikan inisiatif keberlanjutan. Sektor Barang Konsumen (67 persen) dan Manufaktur (59 persen) menjadi pelopor dalam adopsi ini. Faktor pendorongnya meliputi reputasi brand, tuntutan konsumen, daya tarik investor, dan kesesuaian dengan standar ESG perusahaan multinasional. Namun, tantangan utama masih berupa tingginya biaya produk dan keterbatasan infrastruktur energi terbarukan.
Meskipun perdagangan global tengah menghadapi tantangan, mayoritas pelaku usaha memperkirakan perdagangan intra-ASEAN akan terus tumbuh sebagai dampak dari tarif baru AS. Lebih dari setengah perusahaan juga berencana mempercepat ekspansi internasional mereka untuk memanfaatkan peluang global.
Perusahaan menengah serta pelaku di sektor kesehatan dan perdagangan wholesale menunjukkan niat ekspansi paling tinggi. Langkah ini juga didorong oleh keinginan untuk mengurangi risiko usaha melalui diversifikasi pasar.
Masalah tenaga kerja masih menjadi tantangan bagi delapan dari 10 pelaku usaha. Sekitar sepertiga perusahaan memperkirakan tekanan ini akan meningkat signifikan setelah pemberlakuan tarif baru dari AS, terutama karena inflasi dan lonjakan biaya operasional. UOB Business Outlook Study 2025 (SMEs and Large Enterprises) bertujuan untuk memahami ekspektasi bisnis dari UKM hingga korporasi di tujuh pasar utama di ASEAN dan Tiongkok Raya – yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, Tiongkok Daratan, dan Hong Kong SAR.