
Semangat Kementerian BUMN membuat perubahan sekaligus penyegaran salah satunya tercermin dari pola perekrutan direksi di Perum Jasa Tirta I (PJT I). Pada tahun 2017, Raymond Valiant menjadi sosok direksi termuda di PJT I yang ditunjuk menjadi Direktur Utama.
Menjadi orang nomor satu di PJT I, pria kelahiran 12 Agustus 1969 ini memahami bahwa tugasnya bukan hanya menjaga pertumbuhan perusahaan, namun juga melahirkanvaluemelalui proses transformasi.
Raymond mengaku, menjadi engineer bukanlah pilihan utamanya. Sejak masa sekolah, peraih gelar Sarjana Teknik Pengairan Universitas Brawijaya ini lebih menyukai dunia seni dan jurnalistik. Ia bahkan ingin menjadi ahli yang menekuni sejarah dan budaya.
Di bidang jurnalistik, tulisannya kerap mengisi Rubrik Kolom di berbagai surat kabar lokal maupun nasional. Raymond juga sering memenangkan lomba penulisan. “Salah satu cara yang menyenangkan untuk menambah uang saku saat kuliah adalah dengan menulis. Saya dapat honor yang jumlahnya lumayan besar,” kenang pria yang terlibat dalam pembentukan Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia tahun 1991-1992 ini dengan mata berbinar.
Kegemarannya menulis berawal dari ketekunannya membaca. Di masa SD hingga SMA, ia melahap banyak novel. Sementara di awal kuliah, Raymond yang saat SMA terpilih dalam program pertukaran pelajar ke Belgia ini mulai mencintai karya sastra. Bahkan, ia tertarik membaca sastra dalam bahasa Inggris dan Perancis. “Membaca dapat membuka imajinasi secara luar biasa. Dan ternyata, membaca sastra lebih menyenangkan karena memberi kenikmatan yang lebih lama,” ujar pengoleksi buku-buku karya Pramoedya Ananta Toer.
Kini, meski tidak serutin dulu, tradisi menulis tetap berlanjut. Minimal sekali dalam sebulan ia menulis artikel CEO notes yang disebarnya melalui media sosial atau email. Lulusan Magister Teknik Sipil Universitas Brawijaya tahun 2007 ini juga memiliki kumpulan tulisan yang rencananya diterbitkan saat pensiun nanti.
Hobi lain yang ia geluti adalah traveling. Bersama istri, ia kerap mengunjungi destinasi bersejarah yang masih jarang dikunjungi turis pada umumnya. Salah satunya adalah mengunjungi lokasi batu megalitikum yang berada di sekitar Bondowoso dan Banyuwangi. “Kami berkeliling nyetir mobil selama dua hari. Lokasinya pun kita cari sendiri menggunakan GPS,” katanya pria yang menyukai hal-hal unik itu.
Saat mengunjungi putra sulungnya yang sedang bersekolah di Inggris pun, mereka suka mengisi waktu dengan wisata mengelilingi museum. “Jadi kami betul-betul spending half day untuk menikmati museum. Menurut saya, konsep berwisata sebenarnya adalah having time with ourselves, di mana kita memiliki waktu untuk diri sendiri,” pungkasnya.