Nusantara Untuk Kebangkitan Peradaban: Memperkuat Optimisme Dan Peran Umat Muslim Asia Tenggara

E-Magazine Januari - Maret 2025

Bumntrack.co.id. Jakarta – Asia, termasuk Asia Tenggara dengan penduduk Muslim mayoritas berjumlah besar di Indonesia dan Malaysia hari ini dan ke depan memiliki potensi besar untuk kembali menjadi pusat peradaban dunia. Kemajuan ekonomi yang cukup fenomenal negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim Indonesia dan Malaysia telah mendorong peningkatan kualitas pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan living condition masyarakat.

Dalam perkembangannya, banyak ahli—bahkan orang Amerika sekalipun—berbicara tentang The Decline and Fall of the American Empire, seperti judul karya James Quinn (2009) atau sebelumnya Jim M Hanson (1993) dan Gore Vidal (1992) dengan judul yang sama. Bahkan masa jaya Amerika seolah-olah telah lewat sebagaimana terkesan dalam judul buku Fareed Zakaria The Post American World (2008).

Persepsi tentang ‘kemerosotan’ Amerika itu bisa bertambah kuat, ketika dunia menyaksikan kebangkitan China dalam bidang ekonomi, sains dan teknologi. China bahkan dengan segera mengalahkan Jepang sebagai salah satu ekonomi terbesar di dunia. Kebangkitan China seolah merupakan sebuah ‘miracle’ (mukjizat), yang membuat Dunia Barat, khususnya AS sangat nervous.

Suara Dari Asia Tenggara
‘Suara dari Asia’. Inilah sebuah wacana menarik yang saya temukan dalam dokumen yang dihasilkan Majlis El-Hassan, Yordania, dengan Sasakawa Peace Foundation, Tokyo, Jepang dalam dokumen yang bertajuk “Voices from Asia: Promoting Political Participation as an Alternative for Extremism”. Dokumen penting ini merupakan hasil dari Percakapan Meja Bundar yang diselenggarakan Majlis El-Hassan di bawah pimpinan Pangeran Hassan bin Talal dengan Sasakawa Peace Foundation di Amman, Yordania, pada 11-12 Juli 2006.


Kenapa ‘Suara dari Asia’? Khususnya dari Indonesia dan Malaysia? Hal ini tidak lain karena kawasan yang disebut dalam pertemuan tersebut sebagai WANA (West Asia and North Africa, yang juga biasa disebut sebagai Timur Tengah) ditandai banyak konflik, kekerasan, ekstrimisme yang berkepanjangan. Banyak kalangan di kawasan WANA sendiri seolah sudah putus asa dengan situasi yang tidak menguntungkan itu, dan kini menoleh ke kawasan lain, khususnya Asia Tenggara.


Karena itu, ‘Dokumen Amman’ memandang perlunya keterlibatan aktor-aktor baru yang lebih netral, seperti pemerintah-pemerintah—dan organisasi civil society dari Asia Tenggara, khususnya Indonesia dan Malaysia, untuk terlibat dalam usaha menyelesaikan konflik, ekstrimisme, dan militansi di kawasan WANA. Indonesia dan Malaysia mereka harapkan dapat memberikan perspektif lebih segar untuk penyelesaian konflik dan ekstrimisme; dan pada saat yang sama memperkuat kerjasama, reformasi, dan rekonsiliasi politik; dan sekaligus memberdayakan pluralisme dalam Islam atas dasar pengalaman negara-negara Asia Tenggara tersebut selama ini.

Dalam laporan ‘Suara dari Asia’, lingkaran kekerasan yang terus meningkat di kawasan WANA haruslah diputus, dan diganti dengan proses dialog, demokrasi dan hukum yang adil dan efektif. Berbagai upaya juga harus dilakukan untuk memperluas dan memberdayakan partisipasi setiap warga masyarakat dalam pemerintahan demokratis pada level lokal dan nasional. Peran civil society, khususnya yang berbasiskan keagamaan (religious-based civil societies) menjadi sangat penting untuk membendung proses-proses manipulasi politik yang berujung dengan ekstrimisme tersebut.
Indonesia dan Malaysia yang berpenduduk mayoritas Muslim-di tengah keragaman sosial-budaya dan keagamaan dan politik demokratis yang terus berkembang, dalam pandangan orang luar sekali lagi, telah menjadi contoh baik bagi masyarakat internasional. Masalahnya kini, apakah kita mau memenuhi harapan itu; atau kita masih saja berusaha memenuhi harapan itu seadanya saja, tanpa upaya serius untuk lebih meningkatkannya.

Kebangkitan Peradaban Islam

Setidaknya dalam empat dasawarsa terakhir, ada euforia di kalangan Muslim sejagat tentang ‘kebangkitan peradaban Muslim’ atau bahkan ‘kebangkitan Islam’. Secara demografis, jumlah kaum Muslimin meningkat secara signifikan pada tingkat internasional. Diperkirakan jumlahnya lebih dari 1,9 miliar jiwa (2022) berarti merupakan masyarakat agama kedua terbesar ssetelah Kristianitas (Katolik dan Protestan digabungkan).


Dan peningkatan itu, terutama sebagai hasil dari pertumbuhan kelahiran, karena masih banyak kaum Muslimin yang tidak menjalankan keluarga berencana. Dengan jumlah yang terus meningkat itu, kaum Muslim pada dasarnya memiliki potensi yang kian besar pula, tidak hanya untuk membangun peradaban Muslim, tetapi juga pada peradaban dunia secara keseluruhan.


Tetapi potensi itu belum bisa diwujudkan. Jumlah penduduk Muslim yang begitu besar belum dapat menjadi aset, tetapi sering lebih merupakan liabilities. Hal ini tidak lain, karena kebanyakan penduduk Muslim tinggal di negara-negara kerkembang, atau bahkan di negara-negara terkebelakang, yang secara ekonomi menghadapi berbagai kesulitan berat seperti kemiskinan dan pengangguran yang terus meningkat seiring meningkatnya krisis enerji dan krisis pangan dunia.


Psikologi konspiratif lebih jauh lagi membuat kalangan Muslim—khususnya sebagian ulama, pemikir dan aktivis Muslim—terperangkap ke dalam sikap defensif, apologetik dan reaksioner, terpenjara ke dalam enclosed mind atau captive mind, mentalitas tertutup yang penuh kecurigaan dan syak wasangka. Karena itu, jika kita mau berbicara tentang kemajuan peradaban Muslim, sudah waktunya kaum Muslimin membebaskan diri dari psikologi konspiratif dan enclosed mind.


Pada saat yang sama lebih menumbuhkan orientasi ke depan daripada romantisme tentang kejayaan peradaban Muslim di masa silam. Tak kurang pentingnya, kaum Muslimin seyogyanya lebih mengkonsentrasikan diri pada upaya-upaya kreatif dan produktif daripada terus dikuasai sikap defensif, apologetik, dan reaksioner yang sering eksesif.
(Dirangkum dari tulisan Alm. Prof. Azyumardi Azra, “Kosmopolitan Islam, Mengilham Kebangkitan, Meneroka Masa Depan”, sebelum beliau wafat pada 18 September 2022)

Ditulis oleh:
Azyumardi Azra, Cbe
Gurubesar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta

Bagikan:

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.