Jakarta, Bumntrack.co.id — Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) resmi melarang pemberian tantiem atau bagian keuntungan perusahaan kepada komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan anak usahanya mulai tahun buku 2025. Kebijakan ini diambil sebagai bagian dari reformasi tata kelola BUMN agar lebih transparan, efisien, dan akuntabel.
Larangan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor S-063/DI-BP/VII/2025 yang ditandatangani pada 30 Juli 2025. Aturan ini berlaku untuk seluruh BUMN portofolio yang dikelola Danantara, termasuk anak perusahaan dan entitas afiliasinya.
Chief Executive Officer (CEO) Danantara, Rosan Perkasa Roeslani, mengatakan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari penataan ulang sistem insentif agar sesuai dengan praktik tata kelola perusahaan terbaik (good corporate governance) di tingkat global.
“Tantiem bagi komisaris tidak lagi diperkenankan. Ini sejalan dengan praktik terbaik global yang menyatakan bahwa posisi komisaris tidak menerima kompensasi berbasis kinerja perusahaan,”
ujar Rosan dalam siaran pers, Jumat (1/8/2025).
Insentif Direksi Tetap Ada, Tapi Ketat
Meskipun tantiem dihapus untuk komisaris, Danantara masih mengizinkan pemberian insentif bagi direksi, namun dengan syarat ketat. Insentif tersebut harus sepenuhnya berbasis kinerja nyata, yakni hasil operasional dan laporan keuangan yang mencerminkan kondisi riil perusahaan.
Rosan menegaskan bahwa perhitungan kinerja tidak boleh didasarkan pada manipulasi akuntansi, seperti mengakui pendapatan sebelum waktunya atau tidak mencatat beban secara akurat. Bahkan, hasil usaha yang bersifat satu kali (one-off) seperti revaluasi aset, penjualan aset, atau kuasi reorganisasi juga harus dikeluarkan dari perhitungan insentif.
“Struktur baru ini mengacu pada pedoman internasional seperti OECD Guidelines on Corporate Governance, yang menekankan pentingnya pendapatan tetap bagi komisaris untuk menjaga independensi mereka,” jelas Rosan.
Komisaris tetap akan menerima pendapatan bulanan tetap yang layak sesuai dengan tanggung jawab dan kontribusinya, namun tanpa tambahan tantiem atau insentif berbasis laba perusahaan.
Disampaikan Langsung ke Presiden
Rosan juga melaporkan hasil kajian kebijakan ini secara langsung kepada Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Rabu (6/8/2025). Menurutnya, kebijakan ini berpotensi menghemat anggaran negara sebesar Rp8 triliun per tahun.
“Penghematannya itu, dari yang kita lakukan secara konservatif, sekitar Rp8 triliun per tahun,”
ujar Rosan di Istana Kepresidenan.
Sebelum sidang, Rosan sudah menyampaikan hasil kajian kepada Presiden secara lisan pada pukul 13.00 WIB, sementara laporan tertulis sudah lebih dulu diserahkan. Dalam sidang tersebut, Presiden kembali meminta Rosan memaparkan hasil kajian di hadapan para menteri kabinet.
Ia menekankan bahwa keputusan ini bukanlah kebijakan mendadak, melainkan hasil kajian mendalam yang telah dilakukan sebelumnya. Sebagai Menteri Investasi/Kepala BKPM dan CEO Danantara, Rosan menyebut langkah ini sebagai bagian dari reformasi struktural pengelolaan BUMN dan investasi negara.
Bukan Pemangkasan, tapi Penyelarasan
Danantara menegaskan bahwa penghapusan tantiem ini bukan bentuk pemangkasan honorarium, melainkan penyelarasan struktur remunerasi. Tujuannya agar lebih sesuai dengan prinsip transparansi, efisiensi, dan kepentingan publik.
“Kami ingin menunjukkan bahwa efisiensi bukan berarti mengurangi kualitas. Dan reformasi bukan berarti instan. Tapi jika negara ingin dipercaya dalam mengelola investasi, maka perbaikannya harus dimulai dari dalam,” tegas Rosan.
Kebijakan ini juga sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN yang telah diperbarui dengan UU Nomor 1 Tahun 2025, yang memberikan kewenangan penuh kepada Danantara sebagai pengelola investasi dan holding operasional BUMN.
Dengan diberlakukannya aturan ini mulai tahun buku 2025, Danantara berharap dapat menciptakan sistem pengelolaan yang lebih akuntabel, profesional, dan berdampak nyata bagi masyarakat serta keuangan negara.
Diolah dari berbagai sumber (kompas,CNN,Antara), menggunakan AI