BERITA

Efektifkan Sustainability, Perusahaan Perlu Rencana Terintegrasi

BUMN Track. Jakarta – Pada World Economic Forum, isu terkait risiko bisnis bukan lagi hanya soal produk maupun persaingan, namun Environmental Social Governance (ESG). Risiko bisnis kini berhubungan erat dengan iklim. Pelaku bisnis dan investor sudah mulai menyadari kondisi bumi memburuk dan berdampak pada bisnis, karena bumi yang rusak pada akhirnya akan membuat semua bisnis mati.

ESG bukan hanya soal reporting saja atau sekadar publikasi. ESG kian menjadi isu penting bagi perusahaan-perusahaan terkemuka di Indonesia dalam rangka keberlanjutan bisnis dan tatanan kehidupan global di masa mendatang (sustainability). “Kepedulian terhadap lingkungan, sosial dan tata kelola perusahaan adalah langkah baik. Namun perlu diingat ESG bukanlah sekadar report keren-kerenan, tapi sesuatu yang harus holistik dan perlu direncanakan matang,” ujar Anjar Priandoyo, Associate Director of ESG & Sustainability BDO Indonesia di Jakarta, Rabu (2/8/2023).

Ketika sudah mengusung isu ESG, sejatinya perusahaan tersebut telah berada di jalan yang benar. Langkah perusahaan itu sejalan dengan komitmen pemerintah Indonesia yang ingin menuntaskan target sustainable development goals (SDGs) pada 2030 dan net zero emission (NZE) pada 2060 mendatang. Didukung oleh regulasi pemerintah POJK No. 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan Bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik.

“ESG merupakan program kepedulian lingkungan yang membutuhkan biaya. Namun investasi ini hakikatnya berorientasi manfaat yang sangat panjang. Bahkan jika mampu dikelola dengan baik, ESG justru mampu meningkatkan kinerja dan produktivitas perusahaan. Sebab dalam ESG akan banyak melakukan penghematan seperti energy savings, water management dan lain sebagainya,” terangnya.

Audit & Assurance Partner BDO, Bambang Budi Tresno pun mengakui kebutuhan anggaran untuk program sustainability harus disiapkan dengan matang sejak awal. Langkah ini penting sebab, pelaku bisnis perlu memahami bahwa anggaran yang digelontorkan sangat mungkin tidak langsung kembali berupa keuntungan yang berupa uang lagi. “Nah, di sinilah pentingnya harus diselaraskan karena ini adalah shifting dan ada target jangka panjang. Ingat, profit itu bisa berupa value atau nilai tambah lingkungan. Inilah yang harus dipahami oleh perusahaan sejak awal,” tandasnya.

Agar bisnis dan program sustainability sama-sama bisa berjalan efektif, perlu dibuat peta jalan (roadmap) secara komprehensif. Untuk mencapai hasil program secara holistik, di BDO sendiri memiliki sustainability methodology yang mencakup tiga fase.

“Pertama adalah Define Report Plan yang mencakup needs assessment and define plan, set methodology dan engage. Kedua adalah Analyse and Measure yang mencakup elaboration and collection of data. Ketiga, Report and Improve yang meliputi develop report narrative, assurance support dan review, optimise and adjust,” terangnya.

Pendampingan bukan hanya untuk perusahaan yang belum menjalankan ESG, tapi bahkan untuk perusahaan yang sudah menjalankan namun ingin lebih optimal dan efisien.

Menurut Bambang, pendekatan secara holistik ini penting karena regulasi terkait ESG di Indonesia juga cukup banyak lantaran tiap kementerian atau lembaga masih memiliki standar dan ketentuan tersendiri dalam kerangka mewujudkan NZE. Bambang berharap ke depan Indonesia bisa membuat satu standar regulasi yang bisa dijadikan patokan bersama. Selain lebih memudahkan pelaku bisnis, hal ini juga bisa mempercepat target emisi nol bersih.

“Seperti regulasi mekanisme penyesuaian batas karbon (carbon border adjustment mechanism) yang dalam waktu dekat ini akan diberlakukan bagi perusahaan yang menjalankan ekspor ke Eropa, perusahaan dengan hutang karbon wajib membayar di Eropa dengan jumlah yang tidak kecil. Ini harus dipahami betul agar produktivitas dan revenue perusahaan justru bisa bertambah, bukannya pasif dan seolah jadi korban aturan batas karbon,” katanya.

Artikel Terkait

Back to top button