BERITA

IMF: Strategi Pengelolaan Kebijakan Ekonomi Makro dan Fiskal Indonesia Kredibel dan Mampu Meningkatkan Kepercayaan Pasar

Jakarta, Bumntrack.co.id – Dana Moneter Internasional (IMF) mengapresiasi strategi pengelolaan kebijakan makro dan fiskal Indonesia dalam pengendalian pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi. Dalam laporan sementara (Concluding Statement), Indonesia disorot sebagai negara yang cukup sukses dalam penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi tanpa mengorbankan stabilitas keuangan dan fiskal jangka menengahnya.

“IMF mengapresiasi keberhasilan pengendalian Covid-19 di Indonesia yang membawa Indonesia ke pemulihan ekonomi yang cepat. Pemulihan lebih cepat menjadi dasar IMF menilai konsolidasi fiskal menuju defisit APBN paling tinggi 3% PDB di Tahun 2023 sebagai langkah yang tepat. IMF memandang kebijakan ini membawa Indonesia semakin kredibel di mata pelaku pasar,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan RI, Febrio Kacaribu di Jakarta, Rabu (26/1/22).

IMF memproyeksikan perekonomian Indonesia akan tumbuh sebesar 5.6% di tahun 2022 dan menguat ke 6.0% pada tahun 2023. Namun, IMF menyarankan Pemerintah untuk tetap waspada atas peningkatan sejumlah risiko eksternal, diantaranya gelombang baru penyebaran Covid-19, meningkatnya tekanan inflasi global, pengetatan pasar kuangan global sehubungan dengan normalisasi kebijakan moneter di beberapa negara maju, terutama di Amerika Serikat, yang berpotensi menghambat laju pemulihan ekonomi global, yang pada gilirannya berdampak pada ekonomi domestik.

Efektivitas kebijakan Pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi berhasil mendorong menguatnya aktivitas perekonomian, yang pada gilirannya mengangkat kinerja APBN 2021, selain juga karena faktor kenaikan harga komoditas dunia. Pendapatan negara meningkat sangat tinggi, terutama disumbang oleh meningkatnya kinerja penerimaan perpajakan yang berhasil melampaui target tahun 2021. Defisit APBN dapat ditekan hingga 4,65% PDB, jauh lebih rendah dibandingkan target awal sebesar 5,7% PDB. Keberhasilan penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi juga diiringi dengan utang yang terjaga dalam tingkat yang aman dan terkelola dengan baik, dengan tren yang diupayakan terus menurun dalam jangka menengah seiring langkah konsolidasi fiskal.

IMF menilai langkah konsolidasi fiskal di tahun 2023 sudah tepat dan diperkirakan dapat meningkatkan kredibilitas APBN dan kepercayaan pasar. IMF memproyeksikan defisit fiskal sebesar 4% terhadap PDB di tahun 2022, lebih rendah dari defisit yang ditetapkan dalam APBN 2022 sebesar 4,85%.

“Kinerja fiskal yang kuat pada tahun 2021 menjadi bagian dari hasil pengelolaan kebijakan ekonomi makro yang tepat, tanpa mengorbankan upaya Pemerintah menjaga momentum pemulihan ekonomi dan kesinambungan fiskal jangka menengah-panjang”, sambung Febrio.

Namun, IMF menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan penyesuaian kecepatan konsolidasi fiskal ke depan jika tekanan risiko eksternal semakin kuat dan mempengaruhi proses pemulihan ekonomi.

Dari aspek moneter, IMF menyarankan agar kebijakan moneter yang akomodatif tetap dilanjutkan untuk mendukung pemulihan, dengan tetap memperhatikan dinamika perekonomian seperti stabilitas harga-harga atau inflasi. Selain itu, IMF juga menyarankan agar kerja sama berbagi beban antara Pemerintah dan BI dalam rangka pembiayaan penanganan pandemi dapat dihentikan di akhir 2022 sesuai yang direncanakan serta amanat UU No.2/2020, tentunya mempertimbangkan kinerja fiskal yang sudah menguat.

Selanjutnya, sistem keuangan domestik juga dinilai sehat. Ruang perbaikan tetap ada untuk beberapa hal, seperti penguatan kredit dan dukungan pemerintah terhadap pembiayaan UMKM serta penguatan kinerja perbankan. Mengingat langkah-langkah darurat penanganan krisis di masa luar biasa diperkirakan akan berakhir di tahun 2022, risiko kredit sektor perbankan terutama di sektor-sektor yang terkena dampak pandemi dan masih mengalami efek pandemi yang berkepanjangan (scarring effect) perlu terus di monitor lebih kuat.

Dalam perspektif jangka menengah, IMF juga menilai kerangka strategi jangka menengah peningkatan pendapatan negara, khususnya perpajakan dan PNBP, sangat penting untuk dapat memenuhi kebutuhan belanja pembangunan prioritas. Hal ini penting untuk menopang pertumbuhan Indonesia menuju level potensialnya, serta untuk memenuhi sasaran-sasaran Pembangunan yang Berkelanjutan (SDGs). Selain itu, strategi kebijakan fiskal jangka menengah perlu dirancang lebih spesifik menjadi bagian dari strategi keluar dari kebijakan luar biasa di masa pandemi pandemi (exit strategy).

Upaya penguatan reformasi struktural perlu dilanjutkan, termasuk untuk mengatasi scarring effect dari pandemi. Kebijakan yang termuat dalam Undang-Undang Cipta Kerja perlu didukung dengan reformasi terkait sumber daya manusia, terutama Pendidikan, untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja, reformasi sektor keuangan untuk pendalaman pasar keuangan, pembangunan infrastruktur—baik fisik maupun digital, untuk mendukung konektifitas, dan memperkuat tata kelola penyelenggaraan pemerintahan untuk mendukung daya saing ekonomi.

IMF juga menilai bahwa pengenalan Nilai Ekonomi Karbon (carbon pricing) merupakan langkah awal yang sangat penting dalam upaya mitigasi perubahan iklim dan perlu diperkuat melalui reformasi, termasuk reformasi kebijakan subsidi energi. “Rekomendasi-rekomendasi yang diberikan IMF sebetulnya telah menjadi bagian dari upaya-upaya reformasi fiskal, struktural dan sektor keuangan yang sedang dan akan terus dilanjutkan oleh Pemerintah bersama otoritas terkait. Pengakuan atas kredibilitas Indonesia ini juga diyakini akan berdampak positif bagi pelaksanaan berbagai agenda pembangunan ke depan serta bagi kesuksesan Indonesia dalam presidensi G20”, tutup Febrio.

Untuk diketahui, Concluding Statement pada dasarnya merupakan laporan berisi penilaian kondisi terkini ekonomi nasional dan Rekomendasi kebjakan yang ditawarkan oleh IMF berdasarkan pendalaman yang dilakukan oleh Tim Article IV IMF melalui rangkaian pertemuan dengan otoritas terkait.

Artikel Terkait

Back to top button