KORUPSI BIKIN MIRIS
Oleh Akhmad Kusaeni
Saya mengelus dada setiap kali mendengar berita kasus korupsi. Apalagi yang terjadi di perusahaan plat merah, BUMN dan anak perusahannya, yang memiliki budaya dan filosofi AKHLAK. Saya miris melihat angka-angka korupsinya yang fantasitis. Bukan lagi jutaan, miliaran, kasus korupsi belakangan ini nilainya sudah mencapai triliunan. Sekali lagi triliunan!
Kerugian negara dari penyimpangan dana pinjaman perbankan di PT Waskita Karya, menurut Kejaksaan Agung, mencapai hampir Rp 2 triliun. Dirut Waskita Karya Destiawan Soewardjono dan hampir semua direksi telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Direktur Operasional II Bambang Rianto, Direktur Keuangan Taufik Hendra Kurniawan, dan Direktur Manajemen Risiko Haris Gunawan.
Menurut catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), jumlah kasus korupsi terkait BUMN yang disidik oleh aparat penegak hukum mencapai 119 kasus dengan 340 tersangka. Tercatat sedikitnya 9 kasus pada tahun 2016, 33 kasus pada 2017, 21 kasus pada 2018, 20 kasus pada tahun 2019, 27 kasus pada tahun 2020, dan 9 kasus pada 2021. Dari 119 kasus korupsi di lingkungan BUMN tersebut menyebabkan kerugian negara hingga Rp 47,9 triliun. Ini belum termasuk kerugian negara pada kasus Waskita Karya. Juga pada kasus PT Amarta Karya yang kerugiannya mencapai sekitar Rp 46 miliar. Dirut PT Amarta Karya Catur Prabowo dan mantan Direktur Keuangan Trisna Sutisna sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Untuk hura-hura
Yang membuat saya lebih miris lagi ketika mengetahui untuk apa dan untuk siapa uang korupsi jumbo itu digunakan. Kejaksaan Agung mengungkapkan adanya penggunaan uang supplay chain financing (SCF) Waskita Karya untuk kebutuhan hedonisme, hura-hura, dan ‘bagi-bagi’ di pemangku kebijakan tinggi di perusahaan konstruksi milik negara tersebut. Silahkan geleng-geleng kepala.
Sementara uang yang diterima tersangka Dirut Amarta Karya Catur Prabowo dan Direktur Keuangan Trisna Sutisna diduga KPK antara lain digunakan untuk membayar tagihan kartu kredit, pembelian emas, perjalanan pribadi ke luar negeri, pembayaran member golf dan juga pemberian ke beberapa pihak terkait lainnya. Akibat perbuatan kedua tersangka tersebut, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp46 miliar. Silahkan elus-elus dada.
Modus korupsinya juga tak kalah membuat miris, yaitu proyek-proyek fiktif yang dibuat untuk mengumpulkan uang haram. Dari hasil penyidikan terungkap bahwa jajaran direksi Waskita Karya memanipulasi dengan menyorongkan proposal pembiayaan proyek pembangunan fiktif. Setelah pencairan dilakukan, menurut Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung, Kuntadi, uangnya digunakan untuk kegiatan macam-macam, seperti untuk hura-hura, untuk dibagi-bagi, keluar dari peruntukan SCF itu sendiri, yaitu untuk membangun proyek-proyek.
Modus proyek fiktif juga terjadi di PT Amarta Karya, yaitu kasus dugaan korupsi terkait proyek pengadaan subkontraktor fiktif tahun 2018-2020. Pada 2018, menurut Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, dibentuk beberapa badan usaha CV fiktif sebagai vendor yang akan menerima transaksi pembayaran dari kegiatan proyek PT Amarta Karya. Hal itu sepenuhnya atas sepengetahuan Dirut dan Direktur Keuangan.
Buku rekening bank, kartu ATM dan bongol cek dari badan usaha CV fiktif dipegang oleh staf bagian akuntansi sekaligus orang kepercayaan dari Catur dan Trisna. Hal itu supaya memudahkan pengambilan dan pencairan uang sesuai dengan permintaan Catur. KPK menduga ada sekitar 60 proyek pengadaan PT Amarta Karya yang disubkontraktorkan secara fiktif oleh Catur dan Trisna.
Dari kasus-kasus tersebut, betapa pentingnya penerapan Good Corporate Governance (GCG) untuk mencegah korupsi. Penerapan GCG yang kuat memiliki peran krusial dalam mencegah korupsi. Melalui penerapan GCG yang kokoh, BUMN dapat mengurangi risiko terjadinya korupsi. Transparansi, pemisahan peran dan tanggung jawab, pengawasan internal yang kuat, akuntabilitas yang jelas, serta budaya perusahaan yang mengedepankan integritas menjadi poin utama dalam penerapan GCG yang efektif.
Hanya dengan memastikan bahwa prinsip-prinsip GCG diikuti dengan sungguh-sungguh, kita dapat membangun BUMN yang kuat, berintegritas, dan mampu memberikan kontribusi maksimal bagi pembangunan negara.