CEO NOTESKOLOM PAKAR

Membangkitkan National Holding Company

Tanri Abeng, Menteri Negara Pendayagunaan BUMN 1998-1999

Salah satu konsep yang ditawarkan Menteri Pendayagunaan BUMN, Tanri Abeng dalam mengelola BUMN
adalah restrukturisasi dan membentuk holding BUMN yang dinilai dapat meningkatkan kinerja BUMN. Terlebih, ketika itu ekonomi sedang terkena krisis moneter, laju inflasi tinggi, dan nilaitukar rupiah anjlok.

Sebagai Menteri BUMN pertama, Tanri banyak melakukan perubahan untuk menyelamatkan BUMN yang saat itu dalam kesulitan akibat manajemen yang buruk, campur tangan politik, dan resesi ekonomi yang parah. Tanri mencanangkan “cetak biru” pengembangan BUMN Indonesia yang berisi langkah restrukturisasi perusahaan, reformasi regulasi, privatisasi BUMN terkemuka, serta merumuskan rencana terperinci dan koheren untuk reformasi BUMN di masa depan. Pemikiran tersebut mengerucut pada wacana Super Holding. Belum lama ini, Tanri Abeng yang memenuhi undangan DPR RI sebagai pakar dalam rapat terbatas pembahasan revisi UU Nomor 19 Tahun 2003 Badan Usaha Milik Negara (BUMN), pada 23 Juni 2021 itu kembali mendorong dilakukannya konsolidasi BUMN dan dibentuknya National Holding

Company untuk membawahi banyak sektor yang dijalankan oleh perusahaan-perusahaan pelat merah tersebut. “Saya namakan waktu itu Indonesia Incorporated. Jadi, dia menjadi satu organisasi korporasi, bukan lagi birokrasi.
Persero memang sudah korporasi tapi pola manajemennya birokrasi,kan,” ujar dia.
Sebelumnya, wacana National Holding Company BUMN sudah lama mengemuka era 2017-an. Bahkan Tanri dalam kesempatan sebelumnya juga sudah mengungkapkan ide holding BUMN sebenarnya ada sejak Kementerian BUMN dibentuk pada zaman Presiden Soeharto.

Tolak Intervensi Politik
Ramainya pro kontra atas penunjukan komisaris BUMN beberapa waktu lalu, Tanri berharap Pemerintah tidak melakukan intervensi politik dalam menentukan jajaran direksi dan komisaris BUMN. Direksi dan komisaris harus dipilih berdasarkan kualitas, bukan kepentingan politik semata. “Ini harus tanpa intervensi, paling tidak mengurangi intervensi politik, karena BUMN kita sebenarnya punya potensi yang luar biasa, bukan cuma 20 BUMN saja yang berpotensi, tapi
semua karena mereka memiliki pasar, pasar ini dasar bisnis,” ungkap Tanri.

Saat dirinya menjabat sebagai Menteri Pendayagunaan BUMN, lanjut Tanri, PT Perkebunan Nusantara (Persero) atau PTPN bisa mencetak laba Rp44 miliar dari sekitar 1 satu juta hektar lahan yang digarap. Setoran dividen PTPN ke negara cukup besar juga kala itu, yakni sekitar tiga persen dari total APBN. Jika performa PTPN saat ini tidak gemilang, menurut Tanri kesalahannya ada pada penempatan manajemen yang sarat akan politis. “Jadi perlu kurangi intervensi politiknya. Kita harus masuk ke struktur yang pure korporasi, yaitu konsolidasi,” ujar mantan Komisaris Utama PT Pertamina itu.

Catatan lain, direksi dan komisaris BUMN jangan mudah dibongkar pasang dalam waktu singkat. Menurutnya, perlu jangka waktu tertentu untuk bisa melihat hasil kinerja seseorang yang ditunjuk, misalnya lima tahun. “Direksi dan komisaris harus yang kompeten dan jangka dibongkar pasang, karena perlu jangka panjang BUMN itu, apalagi tujuannya holdingisasi, ini butuh waktu lima tahun untuk transisi dari Kementerian BUMN ke holding,” terangnya. Menurut pengalamannya dalam menyusun road map pengembangan BUMN, setidaknya dibutuhkan waktu 3-5 tahun dalam mempersiapkan masa transisi pembentukan superholding

Artikel Terkait

Back to top button