Membangun Startup Berkualitas dan Kemandirian Digital

E-Magazine Januari - Maret 2025

Bumntrack.co.id. Jakarta – Secara nasional, jumlah pendanaan kepada pelaku startup digital menurun. Kalau tahun 2021 nilai pembiayaan kepada startup digital sempat mencapai Rp140 triliun, tapi pertengahan 2022 baru sekitar Rp32 trilliun. Pembiayaan hingga akhir tahun 2022 ini pun diprediksi paling berkisar Rp50 triliun hingga Rp60 triliun. Masih jauh dari angka pembiayaan tahun sebelumnya. Angin segar pun mulai terasa ketika BUMN melalui perusahaan modal ventura (venture capital) mulai menyuntikan modal kepada startup digital. Kementerian BUMN telah memiliki lima perusahaan venture capital yakni Mandiri Capital, BRI Ventures, BNI Ventures, MDI Ventures, dan Telkomsel Mitra Inovasi (TMI).


Pembiayaanventure capital kepada para startup tersebut diharapkan bisnisnya kembali berkembang dan bisa mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Hanya saja, pengelola startup harus melakukan switching strategy dari strategi yang sebelumnya ditafsirkan terkesan membakar uang menjadi strategi yang sustain. Ini penting lantaran startup sedang membutuhkan modal besar untuk bersaing.


Terdapat beberapa kriteria startup yang layak dibantu BUMN. Satu, startup yang mempunyai strategi jelas, kapan dapat keluar dari strategi membakar uang, kapan sudah bisa meraih keuntungan. Ini yang harus dilakukan kali pertama oleh startup tersebut. Dua, startup tersebut harus memberikan creation value yang mampu memberikan hal berbeda dari startup lain. Tiga, bisnis startup tersebut harus berdampak positif kepada masyarakat luas serta dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat.


Semua sektor yang dikelola startup memiliki kelebihan sehingga agak sulit bila harus diprioritaskan pada sektor-sektor tertentu. Yang pasti, bisnis tersebut harus mampu memberikan dampak positif besar kepada masyarakat. Diantaranya, dapat mengurangi jumlah pengangguran dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Pada akhirnya kembali kepada pengelola startup, mampukah mereka meyakinkan calon pemodal kapan dan bagaimana strategi startup tersebut dapat meraih keuntungan.

Perlu Pembenahan
Meski jumlah startup di Indonesia sangat banyak, yakni berkisar 3,200 perusahaan, namun banyak yang mengalami masalah. Padahal keberadaan para startup seharusnya dan sebetulnya menjadi solusi dari permasalahan yang dihadapi masyarakat. Misal, bila hendak berbelanja secara offline, masyarakat tidak bisa membeli barang yang dijual di Kota Medan. Dengan adanyaecommerce, pembeli tersebut bisa langsung memesan secara online. Pembeli juga bisa membeli sesuatu secara singkat, kapan dan dimana pun. Untuk itu tidak perlu pembatasan startup. Bila terdapat pembatasan pemerintah terhadap startup, dikhawatirkan merugikan perekonomian nasional maupun masyarakat yang selama ini sudah terbiasa menggunakan startup.


Tak hanya itu. Para startup tidak harus menggunakan role model seperti yang digunakanstartup milik BUMN, missal seperti LinkAja!. Sebabstartup digital merupakan sektor swasta sehingga mereka tidak bisa mengandalkan dukungan modal pemerintah secara penuh 100 persen. Berbeda dengan startup milik pemerintah. Karena itu, sebaiknyarole model untukstartup digital harus berasal dari kalangan mereka sendiri.


Di sisi lain, dukungan permodalan BUMN kepada startup juga perlu diwaspadai karena sangat banyak startup membutuhkan suntikan modal. Perlu diwaspadai, jangan sampai program BUMN tersebut hanya sekadar menunjukan kepada masyarakat bahwa BUMN sudah peduli dan berkontribusi pada pengembanganstartup. Untuk itu, perusahaanventure capital BUMN yang memberikan permodalan kepada para startup digital wajib memberi mentoring sebagai bagian dari bentuk pertanggungjawaban pemegang saham.


Perlu juga dicermati, satu, kapabilitas perusahaan venture capital BUMN tersebut dalam memberimentoring kepada startup. Dua, apakahventure capital BUMN mempunyai standar pendanaan yang jelas kepada startup. Jangan sampai terjadi, perusahaan venture capital memberi dana, namun startup dilepas begitu saja. Tiga, pemberian pemodalan kepada startup harus bebas dari praktek kolusi.


Adapun terkait potensi startup, memang dilihat dari jumlah, startup di Indonesia terbanyak se-ASEAN, tetapi masih sedikit yang berkualitas tinggi. Padahal masyarakat Indonesia merupakan bangsa konsumen, dengan perilaku belanja yang tinggi. Potensi pasar digital besar tetapi jumlah startup bagus masih sedikit. Dari 1.000startup digital yang dicanangkan pemerintah, baru beberapa yang berhasil, bahkan sudah ada yang gulung tikar.


Dalan kondisi yang demikian diperlukan kemandirian digital dan kedaulatan digital dalam artian pemanfaatan ekonomi digital bagi seluruh rakyat Indonesia mulai dari belanja hingga produksi. Kesenjangan digital harus diturunkan. Pemerintah seharusnya fokus kepemanfaatan ekonomi digital bagi seluruh masyarakat. Saat ini momentum penting pengurangan kesenjangan digital yang akan membantu transformasi digital. Kesenjangan digital juga bisa dilihat dari kualitas SDM dan infrastruktur. Untuk menciptakan kemandirian digital, pemerintah harus membangun ekosistem startup digital yang berkualitas. Jangan hanya berdasarkan angka atau jumlah startup tapi juga harus melihat path yang jelas agar bisa terhindar dari kerugian. Hal ini membutuhkan dukungan berbagai pihak.

Ditulis oleh:
Naulil Huda,
Pengamat Ekonomi Digital Institute for Development of Economics and Finance (INDEF)

Bagikan:

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.