Melalui berbagai kebijakan dan insentif perpajakan, Pemerintah Indonesia berupaya meningkatkan perekonomian nasional dengan bermuara pada pemerataan kesejahteraan sosial. Namun, beragam tantangan harus dihadapi untuk mewujudkan tujuan tersebut, salah satunya adalah penyelenggaraan sistem perpajakan yang efektif dan transparan. Solusi yang dapat mengatasi tantangan ini adalah penerapan monitoring self-assessment.
Menurut Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Periode 2001-2006 Hadi Purnomo, monitoring self-assessment adalah kunci untuk mengatasi tantangan perpajakan. Sistem ini memastikan bahwa seluruh transaksi keuangan dan non- keuangan Wajib Pajak dilaporkan dengan benar, lengkap, dan jelas. “Saya meyakini sistem ini berguna untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi, yang pada akhirnya meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan dan penerimaan perpajakan,” urainya.
Menurutnya, monitoring self-assessment berfungsi sebagai instrumen pengumpul data dan informasi yang membentuk Big Data Perpajakan. Sistem ini memetakan penerimaan perpajakan secara komprehensif, mencakup pendapatan legal maupun ilegal, dan juga dapat memetakan penggunaan uang atau harta dalam tiga sektor utama berupa konsumsi, investasi, dan tabungan.
“Monitoring self-assessment menjadikan setiap SPT Wajib Pajak teridentifikasi, sehingga tidak ada yang bisa disembunyikan. Ini merupakan alat yang efektif untuk optimalisasi penerimaan perpajakan,” jelas Hadi.
Di sisi lain, penghindaran pajak dapat diminimalisasi dengan monitoring self-assessment, yang mengintegrasikan seluruh data dalam satu system yang berbasis link and match. Sistem ini memetakan penerimaan perpajakan yang akurat dan menyeluruh.
Sistem ini juga bertujuan untuk mengintegrasikan data Wajib Pajak dalam satu sistem yang mudah diakses dan dipantau oleh pajak, yang bisa untuk pencegahan korupsi. “Semua pihak baik pemerintah pusat/daerah, lembaga, swasta dan pihak-pihak lain wajib untuk membuka dan terhubung ke dalam sistem penerimaan perpajakan, baik data yang bersifat rahasia maupun non rahasia dan data finansial maupun non finansial, sehingga menciptakan transparansi dan pencegahan korupsi,” ujar Hadi yang juga merupakan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan RI Periode 2009-2014.
Ditegaskannya, monitoring self-assessment memiliki landasan hukum yang kuat, yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, serta Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
“Pasal 35A ayat 1 menyebutkan bahwa setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada DJP, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah,” jelas Hadi.
Dengan kata lain, tidak ada lagi informasi yang disembunyikan kepada pemerintah, termasuk informasi keuangan yang sebelumnya dianggap rahasia. Hal ini memungkinkan negara untuk memiliki akses ke seluruh data dan informasi, baik yang bersifat finansial maupun non-finansial.
Perlunya Revisi Peraturan Pelaksanaan Banyaknya peraturan pelaksanaan yang inkonsisten melemahkan efektivitas sistem pengawasan perpajakan.
Sementara itu, upaya peningkatan penerimaan pajak sering kali terfokus pada solusi jangka pendek seperti menaikkan tarif pajak atau memperluas objek pajak. Namun, langkah ini tidak selalu menyelesaikan akar permasalahan.
Menurut Hadi, dengan penerapan monitoring self-assessment yang efektif, target peningkatan penerimaan pajak dapat dicapai bahkan dengan menurunkan tarif pajak. Penerimaan pajak akan meningkat secara otomatis karena SPT Wajib Pajak sudah benar, lengkap, dan jelas sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Dengan monitoring self-assessment dan regulasi yang selaras, serta pelaksanaan yang tegas, sistem perpajakan Indonesia menjadi transparan, kuat, dan berkontribusi signifikan terhadap kesejahteraan nasional. “Langkah ini menciptakan sistem perpajakan yang tidak hanya adil, tetapi juga mampu mendukung pertumbuhan ekonomi dan pemerataan sosial di Indonesia,” pungkas Hadi.