BERITA

‘Robohnya Asuransi Kami’, Irvan Rahardjo: Integritas Itu Langka

Jakarta, Bumntrack.co.id – Pengamat Asuransi yang juga penulis buku “Robohnya Asuransi Kami”, Irvan Rahardjo mengungkapkan perihal pertemuannya dengan direksi Jiwasraya pada 2018 lalu terkait ketidakmampuan membayar polis jatuh tempo di Jiwasraya kepada para mitra. Di era digital ini, satu informasi begitu cepat tersebar sehingga menyebabkan ketidakpercayaan terhadap sebuah perusahaan.

Integrity is doing the right thing even when no one is watching. Integritas ini persolan kita semua hari ini. Integritas itu langka, bahkan baru-baru ini kita kehilangan tokoh penegak keadilan, tokoh yang memiliki integritas tinggi untuk seorang hakim agung. Integrity sangat langka oleh sebab itu, kita berharap dari forum ini bisa lahir tokoh yang memiliki integritas yang lebih baik,” kata Irvan Rahardjo dalam seminar online dan Bedah Buku dengan tema “Rapuhnya Tata Kelola Asuransi dan Dampaknya Terhadap Industri Keuangan di Indonesia” yang digelar BUMN Track di Jakarta, Rabu (10/3).

Terkait tata kelola perusahaan, menurutnya tata kelola BUMN berbeda dengan perusahaan swasta. Perusahaan pada umumnya hanya mengenal pemegang seham, board of directors (BOD) dan commissioners (BOC). Baik BOD dan BOC keduanya merupakan pengawas atau penyelenggara perusahaan. Di dalam BUMN sektor asuransi, dikenal departemen teknis yaitu OJK. Kemudian kementerian keuangan sebagai pemilik dan Kementerian BUMN sebagai pemegang saham. “Perusahaan BUMN itu lengkap dilihar dari sisi stakeholder karena ada Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN dan DPR,” jelasnya.

Untuk perangkat analis governance, Perusahaan BUMN juga lebih lengkap mulai dari DPR, menteri BUMN, Dewan Komisaris, Direksi dan manajemen. Selain struktur dan mekanisme governance yang lengkap, BUMN juga memiliki governance principle. “Tiga pliar ini seharusnya bisa memastikan tata kelola BUMN dijalankan dengan semestinya,” terangnya.

Menurutnya, dalam mengelola perusahaan ada four line of defense, Lini Pertama (1st Line of Defense) adalah fungsi dalam perusahaan yang bertanggung jawab untuk mengelola risiko dan bertindak sebagai pemilik risiko. Lini Kedua (2nd Line of Defense) adalah fungsi yang bertanggung jawab untuk membuat kebijakan manajemen risiko, memastikan pengendalian internal telah dijalankan oleh lapis pertama.

Lini Ketiga (3rd Line of Defense) adalah fungsi yang memberikan jaminan secara independen atas pelaksanaan proses manajemen risiko dan pengendalian internal yang dijalankan oleh Lini Pertama dan Kedua. Lini lainnya (sering disebut dengan 4th Lines of Defense), termasuk didalamnya eksternal audit, regulator, penyedia asuransi lainnya diluar organisasi. Merupakan pihak yang bertujuan untuk memperkuat pengawasan dan pengendalian internal dalam organisasi.

Sebuah Agency Theory menganalisis dan mencari solusi atas dua permasalahan yang muncul dalam hubungan antara para “principal” (pemilik/pemegang saham) dan “agent” mereka (manajemen puncak). “Pertama Agency problem muncul ketika timbul konflik antara harapan atau tujuan pemilik/pemegang saham dan para direksi (top management). Selain itu, para pemilik mengalami kesulitan untuk memverifikasi apa sesungguhnya yang sedang dikerjakan manajemen,” terangnya.

Kkedua, Risk sharing problem yang muncul ketika pemilik dan direksi memiliki sikap yang berbeda terhadap resiko. Semakin tersebar kepemilikan saham (tidak ada pemegang saham mayoritas), semakin tinggi kemungkinan masalah diatas terjadi. Demikian pula halnya bila para dewan (komisaris) terdiri atas orang orang yang kurang mengenal perusahaan atau sahabat pribadi direksi dan ketika sebagian besar dewan orang dalam.

“Solusi atas permasalahan diatas menurut Agency Theory adalah direksi (manajemen puncak) perlu memiliki saham perusahaan tersebut hingga tingkat tertentu. Argumen ini didukung oleh riset yang menunjukkan adanya hubungan yang positif antara kinerja perusahaan dengan jumlah saham perusahaan yang dimiliki direksi,” jelasnya.

Mengutip data dari Ombudsman, ada tiga ratusan komisaris BUMN berposisi rangkap jabatan dan berpotensi terjadi konflik kepentingan. Lembaga ini menemukan bahwa berbagai kejanggalan ini terjadi karena ada benturan antar regulasi ihwal pemilihan komisaris BUMN.

Artikel Terkait

Back to top button