KOLOM PAKARLENSA

SIMALAKAMA BBM

Oleh Akhmad Kusaeni

            Tidak ada yang senang dengan naiknya harga BBM. Orang kaya akan berkurang kenikmatannya, orang miskin akan makin sengsara.

            Saya terenyuh dengan cerita pilu sopir Grab Car yang saya tumpangi. Kehidupan Pono, sebut saja namanya begitu, bersama isteri dan dua anak masih kecil-kecil makin terpukul dengan adanya kenaikan harga BBM. Sambil memegangi stir, Pono bercerita jika seharian baru mendapat tiga kali orderan penumpang. Jaraknya pendek-pendek pula.

            Sopir Grab luar biasa banyak jumlahnya, sehingga persaingan makin ketat. Sementara penumpang beralih ke angkutan busway atau KRL untuk menghemat pengeluaran. Akibatnya, sewa menjadi sepi.

            Uang sewa yang didapat Pono baru Rp120.000-an. Dia menghitung untuk isi bensin dia sudah keluarkan Rp50.000. Makan warteg dan beli gorengan Rp.15.000. Uang sewa harian mobil Rp150.000 per hari. Hitung punya hitung sampai jam 17.00 WIB, masih tekor Rp95.000.

            Meski hari sudah sore, Pono tak berani pulang. Nafkah apa yang harus dia kasih untuk isterinya hari itu, sedang untuk bayar setoran saja belum tercukupi. Sopir asal Sragen itu mengaku akan terus ngompreng sampai malam bahkan mungkin sampai dinihari dengan harapan bisa ada uang lebih yang bias dibawa pulang untuk anak dan isterinya.

            Karena jatuh simpani, saya kasih Pono tip untuk meringankan beban dan supaya dia bisa segera pulang. Anak dan isterinya pasti menunggu dengan harap-harap cemas.

            Bagi wong cilik seperti Pono, kehidupan mereka pasti makin sulit. Kenaikan harga BBM juga memicu kenaikan harga kebutuhan pokok. Belum diumumkan saja, harga beras, gula, minyak, sudah melambung. Daya beli kaum dhuafa makin jeblok.

Jika sekarang kehidupan kaum miskin diibaratkan Senin-Kamis, maka dengan kenaikan harga BBM yang diikuti meroketnya harga kebutuhan pokok, maka kehidupan mereka menjadi Senin-Rabu. Malah mungkin ada yang Senin-Selasa. Media memberitakan maraknya unjuk rasa mahasiswa, buruh, tukang ojek dan elemen masyarakat lainnya. Mereka menolak kenaikan harga BBM yang memicu melejitnya harga kebutuhan pokok.

Intinya, kenaikan harga BBM membuat orang miskin menjadi lebih sulit. Fakta ini disadari penuh oleh pemerintah. Itu sebabnya pemerintah memberikan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada 20,65 juta masyarakat kurang mampu di Indonesia sejak bulan Agustus 2022. BLT BBM bisa dicairkan selama empat bulan, dengan per bulannya senilai Rp150.000 kepada warga penerimanya.

 Dengan adanya penyaluran BLT BBM 2022, pemerintah berharap dapat menambah daya beli masyarakat di tengah lonjakan kenaikan bahan bakar minyak dan kebutuhan pokok saat ini.

Tentu saja BLT bukan dimaksudkan untuk mengangkat mereka dari kemiskinan. Ini ibarat obat sakit kepala. Supaya orang miskin yang sakit kepala akibat kenaikan BBM bisa sembuh sakit kepalanya, lalu bisa kembali bekerja dan berusaha. BLT diberikan agar orang miskin bisa survive daya belinya saat menghadapi dampak kenaikan harga BBM.

Ibaratnya BLT itu memberi ikan. Tapi pemerintah, misalnya dengan dana CSR BUMN-BUMN,  juga diharapkan punya program penaggulangan kemiskinan lain dimana masyarakat akar rumput diajari mancing. Bahkan nantinya dibantu punya pancing dan perahu sendiri.

Terpaksa dipangkas

            Pertanyaan berikutnya, mengapa orang kaya juga menentang kenaikan harga BBM?  Itu karena subsidi BBM yang selama ini dinikmati, tidak ada lagi. Sehingga anggaran untuk gaya hidup dan belanja terpaksa harus dipangkas. Kebiasaan ngopi-ngopi di cafe, makan-makan di mall, nonton bioskop, atau pelesiran menjadi terbatas.

            Selama ini, kabarnya, 70 persen subsidi BBM dari pemerintah dinikmati oleh 40 persen masyarakat kelas atas, terutama para pemilik kendaraan bermotor bagus engan dengan CC besar.

            Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, harga perekonomian Pertamax atau harga seharusnya di pasar seharusnya sebesar Rp.17.300 per liter, sedangkan berdasarkan harga jual eceran yng digunakan Pertamina hanya sebesar Rp12.500 per liter. Artinya, selisih harga ini ditanggung pemerintah untuk mencegah tekanan harga di masyarakat sebesar Rp 4.800 per liter.

            Jadi, setiap liternya orang kaya pemilik mobil bagus dengan CC besar mendapat subsidi dari pemerintah sebesar Rp 4.800 per liter.

            Jika satu mobil menghabiskan bensin 10 liter per hari, maka setiap pemilik kendaraan bermotor mendapat subsidi Rp48.000 per hari. Itu berarti, setiap pemilik mobil yang mengkonsumsi 300 liter bensin per bulan, maka dia mendapat subsidi dari pemerintah sebesar Rp1,44 juta per bulan.

            Apa yang bisa disimpulkan? Keputusan menaikan harga BBM tidak disukai oleh semua orang meskipun pemerintah telah memberikan subsidi bahkan BLT BBM untuk kompensasi . Yang kaya akan berkurang kenikmatannya karena ada peningkatan biaya untuk transportasi . Yang miskin akan lebih sengsara (badly hurt, meminjam istilah Menkeu Sri Mulyani) karena harga-harga kebutuhan pokok ikut melambung.

Meskipun seperti buah simalakama, yang kaya terkena si miskin terpukul, keputusan menaikan harus BBM harus diambil. Semoga bajaj, eh badai akibat kenaikan BBM cepat berlalu. 

Artikel Terkait

Back to top button