
BUMN yang merugi masih menjadi pekerjaan rumah. Selama pengelolaan BUMN masih direcoki kepentingan politis dan penugasan yang tidak memperhatikan kondisi BUMN, masih akan ada BUMN yang mencatat rapor merah.
Tujuh BUMN tercatat masih merugi hingga akhir 2019. Pembenahan BUMN merugi ini selalu menjadi pekerjaan rumah bagi Menteri BUMN. Tetapi itulah kondisi yang terjadi. Ketika BUMN masih ‘direcoki’ dengan berbagai kepentingan, terlebih kepentingan politis atau menjadi ‘bancakan’ bagi para oknum pejabat, selama itulah kisah BUMN merugi akan menjadi telenovela yang siap diputar setiap kali diperlukan, minimal setahun sekali.
Demikian pula pada era Menteri BUMN Erick Thohir. Kalau Erick pernah menyatakan dari 142 BUMN yang ada, baru 15 BUMN yang memberikan kontribusi terbesar yakni 86 persen dari total pemasukan yang berasal dari BUMN. Artinya, masih terdapat 127 BUMN yang belum berkontribusi maksimal kepada negara. Dari jumlah tersebut, sebanyak tujuh BUMN dinyatakan merugi.
Adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang secara terang-terangan menyebut ada tujuh BUMN yang merugi hingga akhir 2019. Ia meluapkan fakta tersebut ketika melakukan rapat kerja dengan Komisi XI DPR, (2/12/2019). Ketujuh BUMN rapor merah yang disebut Menkeu adalah PT Dok Kodja Bahari, PT Sang Hyang Seri, PT PAL, PT Dirgantara Indonesia, PT Pertani, Perum Bulog, dan PT Krakatau Steel.
Meski begitu, kerugian yang ditanggung bukan hanya rugi dari sisi bisnis, melainkan ada pula yang disebabkan oleh tuntutan menjalankan fungsi Public Service Obligation (PSO). Misal PT Krakatau Steel, yang merugi lantaran mengalami beban keuangan selama konstruksi dan kerugian entitas asosiasi (PT GE Power Solution Indonesia). Begitu pula Perum Bulog, ternyata terjadi kelebihan pengakuan pendapatan atas penyaluran beras untuk rakyat prasejahtera (Rastra). Akibatnya, Bulog harus melakukan pembebanan koreksi pendapatan di tahun 2018. Karena kerugian tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani membebaskan BUMN tersebut dari kewajiban menyetor dividen kepada negara pada 2018.
Sementara, kerugian yang terjadi pada PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani lantaran terjadi inefisiensi bisnis, beban bunga, ditambah adanya perubahan kebijakan pemerintah dalam mekanisme pengadaan benih. Begitu pula PT Dirgantara Indonesia . BUMN ini merugi lantaran terjadi pembatalan kontrak dan order yang tidak mencapai target. Sementara kerugian pada PT Dok Kodja Bahari terjadi disebabkan beban administrasi dan umum yang terlalu tinggi yang mencapai 58 persen dari pendapatan. Kementerian Keuangan berkonsolidasi dengan Kementerian BUMN melakukan pembenahan dan evaluasi terhadap kinerja BUMN yang merugi.
“Menteri BUMN sekarang sedang lakukan evaluasi dengan dua wamennya. Mereka sedang menjalankan itu nanti kami lihat, bagaimana bentuk policy yang dibutuhkan,” ujar Sri Mulyani.
Sungguh disayangkan apabila masih ada BUMN yang merugi. Terlebih, pemerintah melalui Kementerian Keuangan sudah menyuntikan modal kepada sejumlah BUMN yang merugi lewat mekanisme Penyertaan Modal Negara (PMN). Alokasi dana PMN yang disalurkan meningkat signifikan, bahkan pada 2019 nilai PMN naik lagi menjadi Rp20,3 triliun. Hanya saja suntikan modal tersebut belum diimbangi dengan kinerja yang diharapkan pemerintah.
Pada tahun 2015-2016, pemerintah memberikan PMN yang signifikan kepada BUMN untuk mendukung Program Nawa Cita. Begitu pula pada 2017-2018, PMN kepada BUMN dialokasikan kepada PT KAI sebagai lanjutan untuk menyelesaikan proyek LRT. Bahkan untuk tahun 2020, Kemenkeu mengalokasikan anggaran sebesar Rp18,7 triliun. Ini pertanda, pemerintah masih terus mendorong agar BUMN mampu menunjukan kinerja terbaik agar bisa berkontribusi optimal terhadap negara. “Pada tahun 2019, PMN kepada PT HK untuk proyek Tol Sumatera, PT PLN untuk pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan, PT SMF KPR untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah, dan LPEI untuk pembiayaan Ekspor,” jelas Sri Mulyani.
Dari 24 Menjadi Tujuh
Kalau Menteri Sri Mulyani menyebut tujuh BUMN yang masih merugi hingga akhir 2019, sebenarnya jumlah tersebut sudah jauh berkurang dibanding tahun –tahun sebelumnya. Sebagai gambaran saja, pada 2017 terdapat 24 BUMN yang menderita rugi. Faktor utama kerugian tersebut karena BUMN tersebut menjalankan tugas negara dengan berfungsi sebagai public service obligation (PSO) dan kesalahan manajemen. Pada akhir masa jabatan Menteri BUMN Rini Soemarno, jumlah tersebut menurun menjadi 12 BUMN.
Sejatinya tidak boleh ada BUMN yang merugi karena dalam Undang-Undang Nomor 19/2003 tentang BUMN dikatakan fungsi BUMN salah satunya adalah mendapatkan keuntungan. Sementara tugas Menteri BUMN adalah membina BUMN. Dengan kata lain, Kementerian BUMN harus bekerja all out agar BUMN tidak merugi. Modal BUMN berasal dari penyertaan modal negara yang bersumber dari APBN yang notabene merupakan uang pajak yang diambil dari rakyat. Untuk BUMN harus mampu memberikan berkontribusi kepada negara.
Adapun 12 BUMN yang merugi adalah, satu, PT Asuransi Jiwasraya yang merupakan BUMN paling besar merugi dengan nilai Rp15,83 triliun. Kerugian tersebut dipertanyakan lantaran pada akhir 2017 masih meraup laba sebesar Rp428,58 miliar. Kondisi ini terjawab dengan adanya kasus gagal bayar yang dialami Jiwasaraya akibat ‘kelalaian’ sejumlah direksi dalam mengelola dana investasi produk bancassurannce JS Plan. Dua, PT Krakatau Steel Tbk. BUMN ini mengalami kerugian akibat tingginya biaya produksi dibandingkan harga pasar. Akibatnya Krakatau Steel (KS) merugi hingga Rp1,09 triliun per akhir 2018.Tahun sebelumnya, KS juga sudah merugi Rp1,15 triliun.
Tiga, Perum Bulog. Kinerja keuangannya memburuk hingga akhir 2018 sehingga Bulog harus mencatatkan kerugian Rp961,78 miliar. Padahal pada akhir tahun sebelumnya laba yang tercatat sebesar Rp830,98 miliar. Empat, PT Dirgantara Indonesia yang bergerak di bidang produksi pesawat terbang mengalami kerugian akhir 2018 sebesar Rp961,78 miliar. Dibandingkan akhir 2017, BUMN ini masih mencatatkan laba sebesar Rp68,16 miliar. Lima, PT PAL Indonesia yang rugi hingga sebesar Rp304,15 miliar pada akhir 2018 lalu. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, perusahaan juga tercatat merugi, namun lebih kecil yakni sebesar Rp45,33 miliar.
Enam, PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari. Laba BUMN ini tercatat masih negatif. Pada akhir 2018 perusahaan mengalami rugi Rp272,87 miliar. Sedangkan pada akhir 2017 juga rugi sebesar Rp8,77 miliar.
Tujuh, PT Sang Hyang Seri. BUMN di bidang perbenihan, sarana produksi pertanian, hasil pertanian, pengelolaan lahan pertanian, penelitian dan pengembangan ini merugi Rp182,54 miliar pada akhir 2018. Tahun sebelumnya masih laba Rp15,02 miliar. Delapan, PT Iglas. Perusahaan BUMN ini pada akhir 2018 juga mengalami rugi mencapai Rp84,61 miliar. Sementara pada akhir tahun 2017 perusahaan sudah mengalami rugi sebesar Rp55,45 miliar. Sembilan, PT Pertani bergerak di bidang pertanian ini merugi Rp83,07 miliar pada 2018. Padahal, pada 2017 perusahaan masih mencatatkan laba sebesar Rp25,52 miliar.
Sepuluh, PT Kertas Kraft Aceh mengalami rugi pada akhir 2018 sebesar Rp75,11 miliar. Pada tahun 2017 juga merugi sebesar Rp66,42 miliar. Sebelas, PT Varuna Tirta Prakas. Kinerja perusahaan ini merosot sehingga pada 2018 mengalami rugi Rp6,65 miliar dan 2017 juga sudah merugi Rp6,58 miliar. Dua belas, PT Indofarma Tbk yang mengalami rugi sebesar Rp32,73 miliar pada akhir 2018 . Jumlah kerugian tersebut lebih kecil dibandingkan 2017 yang mencapai Rp46,28 miliar.
Di Tangan Direksi
Terkait BUMN yang masih merugi, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira berpandangan, Menteri BUMN Erick Thohir harus bisa mengatasi kinerja perusahaan BUMN yang masih merugi. Salah satu carannya dengan menempatkan direksi yang berpengalaman dan memiliki visi yang kuat. Bhima juga berharap agar posisi BUMN yang strategis jangan sampai dikotori oleh kepentingan politik jangka pendek termasuk penunjukkan direksi dan komisaris.
Selain itu penugasan-penugasan kepada BUMN yang tidak memikirkan keberlangsungan usaha BUMN juga harus dievaluasi. Ia mencontohkan, adanya proyek proyek infrastruktur yang dipaksakan. Termasuk tata kelola (governance) BUMN juga harus dibenahi jangan terulang lagi kasus fraud dan manipulasi keuangan.
Melihat kondisi tersebut perlu ada penataan serius terhadap BUMN yang merugi. Terutama bagi BUMN yang sudah mendapatkan PMN, bila perlu direksi diganti sebagai bentuk tanggung jawab. Menteri Erick dengan jam terbangnya sebagai pengusaha yang dinilai sukses harus mampu menjadikan BUMN bersih dan profesional. Pasalnya, bila tidak ditangani serius, BUMN yang asetnya mencapai Rp8.000 triliun tidak pernah jadi sebuah korporasi milik negara yang bisa menghasilkan keuntungan untuk penerimaan negara yang maksimal dan dinikmati oleh masyarakat.
Banyak kasus fraud dan korupsi yang dilakukan oknum petinggi BUMN, bahkan melibatkan direktur dan direktur utama BUMN menunjukan belum semua BUMN dikelola serius. Termasuk kasus di Garuda dan Jiwasraya. Banyaknya kasus yang melibatkan direksi BUMN menunjukan selama ini governance di BUMN yang disertai penandatangan pakta integritas ternyata masih merupakan macan kertas.
Alokasi Penyertaan Modal Negara (PMN) 2015 – 2019
Tahun | Nilai PMN |
2019 | Rp 20,3 triliun |
2018 | Rp 3,6 trilun |
2017 | Rp 9,2 triliun |
2016 | Rp 51,9 triliun |
2015 | Rp 65,6 triliun |
Sumber: diolah dari berbagai sumber