KOLOM PAKAR

Kesiapan BUMN Dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0

Oleh: Dianta Sebayang

Direktur Eksekutif Socio_Economic and Educational Business Institute Indonesia,   Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta

Sejak tahun 2011, kita telah memasuki Industri 4.0, yang ditandai meningkatnya konektivitas, interaksi, dan batas antara manusia, mesin, dan sumber daya lainnya yang semakin konvergen melalui teknologi informasi dan komunikasi. Revolusi industri generasi pertama ditandai oleh penggunaan mesin uap untuk menggantikan tenaga manusia dan hewan. Kemudian, generasi kedua, melalui penerapan konsep produksi massal dan mulai dimanfaatkannya tenaga listrik. Dan, generasi ketiga, ditandai dengan penggunaan teknologi otomasi dalam kegiatan industri.

Pada revolusi industri keempat, menjadi lompatan besar bagi sektor industri, di mana teknologi informasi dan komunikasi dimanfaatkan sepenuhnya. Tidak hanya dalam proses produksi, melainkan juga di seluruh rantai nilai industri sehingga melahirkan model bisnis yang baru dengan basis digital guna mencapai efisiensi yang tinggi dan kualitas produk yang lebih baik. Semua negara masih mempelajari implementasi sistem Industri 4.0, sehingga dengan penyiapan peta jalannya, Indonesia berpeluang menjadi pemain kunci di Asia. Implementasi Industri 4.0 tidak hanya memiliki potensi luar biasa dalam  merombak aspek industri, bahkan juga mampu mengubah berbagai aspek dalam kehidupan manusia.

Implementasi  Industri 4.0 akan membawa peluang besar untuk merevitalisasi sektor manufaktur dan menjadi akselerator dalam mencapai visi Indonesia menjadi 10 besar ekonomi dunia pada tahun 2030. Industri 4.0 dinilai dapat menghasilkan peluang pekerjaan baru yang lebih spesifik, terutama yang membutuhkan kompetensi tinggi. Untuk itu, dibutuhkan transformasi keterampilan bagi SDM industri di Indonesia yang mengarah kepada bidang teknologi informasi.

Studi yang dilakukan terhadap industri yang ada di Jerman menunjukkan bahwa permintaan tenaga kerja akan meningkat secara signifikan hingga 96 persen, khususnya di bagian R&D dan pengembangan software. Pekerjaan nanti tidak hanya di manufaktur saja, tapi akan berkembang ke supply chain, logistik, R&D. Selain itu, yang di sektor manufaktur juga perlu rescaling atau up-scaling untuk memenuhi kebutuhan.

Ada  beberapa potensi keuntungan yang dihasilkan sebagai dampak penerapan konsep Industri 4.0, antara lain mampu menciptakan efisiensi yang tinggi, mengurangi waktu dan biaya produksi, meminimalkan kesalahan kerja, dan peningkatan akurasi dan kualitas produk. Agar menjamin keberlangsungan sistem Industri 4.0 berjalan secara optimal ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi oleh industri. Kebutuhan penunjang itu di antaranya adalah ketersediaan sumber daya listrik yang melimpah, murah, dan kontinyu, serta ketersediaan infrastruktur jaringan internet dengan bandwidth yang cukup besar dan jangkauan luas (wide coverage).

Pemerintah telah menekankan bahwa BUMN harus mendorong pembangunan infrastruktur di jalan, bandara, pelabuhan, telekomunikasi, dan kelistrikan. Hal itu untuk menyiapkan Indonesia menjadi bagian industrialisasi 4.0. BUMN telah berperan untuk peningkatan konektivitas bandar udara yang telah mencapai 232 juta penumpang. Di sektor konektivitas laut, dwelling time mengalami penurunan dari 8 hari menjadi 3 hari. untuk terus bersiap pemerintah terus menekannkan perusahaan pelat merah untuk mendorong pembangunan infrastruktur sebagai bagian menyiapkan Indonesia menuju industrialisasi 4.0.

Meretas Jalan Untuk Menghadapi Revolusi Industri 4.0

Perkembangan teknologi hingga masuknya era Revolusi Industri 4.0 memiliki dampak cukup besar. Salah satunya mendorong adanya pergeseran ketenagakerjaan. Untuk itu, dibutuhkan adanya reskilling sumber daya manusia. Hal ini dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan dunia kerja di masa mendatang.

Berdasarkan data The World Economic Forum, terjadi beberapa asumsi kemungkinan pergeseran dunia kerja yang memprediksi pada 2022 dunia kerja yang menggunakan mesin mungkin berada di kisaran 48 persen. Berarti yang menggunakan tenaga manusia sebesar 52 persen. Keadaan tersebut akan berbanding terbalik pada 2025, yang menggunakan mesin sudah mencapai 52 persen, sedangkan skill yang menggunakan padat karya itu mencapai 48 persen.

Sumber yang sama mengatakan, skill yang mengalami pertumbuhan pada 2025 adalah pemikiran analitis dan inovasi, pembelajaran aktif dan strategi pembelajaran. Juga desain teknologi dan pemrograman serta skill berpikir kritis dan analisis. Selain itu, skill pemecahan masalah yang kompleks, kepemimpinan dan pengaruh sosial, kecerdasan emosional, penalaran, pemecahan masalah dan ideasi, dan sistem analisis dan evaluasi juga akan menjadi kebutuhan di dunia kerja masa mendatang. Sedangkan skill yang mengalami declining adala ketangkasan manual, daya tahan dan presisi, memori, kemampuan verbal, hingga pendengaran dan spasial. Selain itu, terkait manajemen sumber daya keuangan, material instalasi dan pemeliharaan teknologi, membaca, menulis, matematika, dan mendengarkan secara aktif juga akan mengalami penurunan.

Seiring  dengan masuknya era teknologi industri 4.0, branding yang dilakukan BUMN dirasa tidak cukup. Tetapi dibutuhkan juga inovasi produk dan peremajaan sumber daya manusia (SDM). Salah satu bentuk kesiapan BUMN untuk menghadapi Revolusi Industri 4.0 ialah dengan gencar merekrut generasi milenial yang memiliki kemampuan terbaik di bidangnya. SDM yang muda adalah sumber daya masa depan, mereka membawa teknologi dan membantu perusahaan untuk menciptakan produk-produk baru, serta mengalihkan perusahaan menjadi platform.

Digital marketing sebagai bagian dari transformasi digital telah membuat BUMN mampu bersaing di luar batas dan juga memiliki kualitas dengan global mindset. Sebagai informasi, saat ini terdapat empat BUMN dikenal di berbagai negara sebagai perusahaan terbaik di dunia. Keempatnya yaitu PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (Telkom), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BRI) dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI). Saat ini kita melihat digital marketing sudah menjadi hal yang biasa dilakukan di lingkungan BUMN, walaupun masih banyak yang belum menemukan pola yang tepat, tapi kita patut mengapresiasi karena geliat transformasi itu sudah tumbuh dan ini modal yang baik.

Menjadi suatu hal yang wajar jika suatu perusahaan tidak tahu apa yang harus dilakukan sebagai pondasi untuk melompat dalam gerbong revolusi industri 4.0, termasuk BUMN dalam melakukan persiapan. Fenomena kegamangan ini terlihat bagaimana BUMN mencoba untuk menentukan langkah digitalisasi yang tepat untuk merevolusi bisnisnya. Namun, sebagaimana bisnis pada umumnya, kejelian melihat peluang sangatlah penting dan melihat bagian mana dari Ekosistem Teknologi sebuah perusahaan yang perlu menjalani transformasi digital adalah langkah pertama menuju revolusi bisnis agar bisa bertahan di era digital sekaligus batu loncatan untuk menyambut Industri 4.0.

Yang perlu diingat oleh BUMN pada masa revolusia Industri 4.0 adalah mengedepankan kolaborasi, sebab, di era saat ini bukan lagi mengedepankan kompetisi tapi kolaborasi dengan semua pihak.

Artikel Terkait

Back to top button