Saatnya BUMN Kembali ke Core Business
Menteri BUMN Erick Thohir hendak membawa BUMN kembali kepada core business-nya. Ia bakal mengubah konsep superholding menjadi konsep subholding berbasis model bisnis.
Lain ladang lain belalang, lain menteri lain pula konsepnya. Setidaknya itulah gambaran yang lazim terjadi di negeri ini. Ketika sebuah kementerian berganti pimpinan, banyak kebijakan yang bisa berubah. Hal sama terjadi di Kementerian BUMN yang dinakhodai Erick Thohir, pengusaha yang dinilai sukses, termasuk menggelar perhelatan Asian Games 2019 di Jakarta.
Sejatinya, Erick Thohir dikenal sebagai sosok yang tak banyak bicara namun banyak bekerja. Begitu pula saat ditunjuk sebagai Menteri BUMN, ia pun tak banyak bercakap dengan media. Namun banyak media menulis gebrakan-gebrakan yang dilakukan pendiri Mahaka Group yang juga mantan pemilik klub sepakbola Inter Milan itu.
“Kami bersama Wamen (wakil menteri) di sini niatnya bukan hanya sekedar menyelesaikan tugas yang kami sendiri juga tidak tahu apakah hanya dua tahun atau lima tahun. Tetapi yang terpenting, bagaimana kita menetapkan pondasi agar ke depan, siapa pun bisa menjalankan kegiatan BUMN secara transparan, profesional dan baik,” ujar Erick saat membuka rapat dengan Komisi VI DPR RI (2/12/2019).
Dalam rapat tersebut, Erick mengatakan bakal membuat kebijakan baru untuk membawa BUMN kembali kepada core business-nya. Termasuk, mengubah konsep superholding dengan subholding. Seperti diketahui, pada era Menteri BUMN Rini M Soemarno, BUMN disatukan dalam beberapa holding yang nantinya bakal dikendalikan oleh superholding. Holding yang sudah terbentuk antara lain, Holding BUMN Perkebunan, Holding BUMN Karya, Holding BUMN Tambang. Kementerian BUMN ketika itu berkaca kepada keberhasilan Temasek (Singapura) dan Khazanah (Malaysia) yang dinilai sukses mengelola bisnis BUMN-nya.
Namun, konsep superholding yang diusung di era Menteri Rini diprediksi batal dilaksanakan. Dalam konsep subholding tersebut, BUMN akan dikelompokan berdasarkan bisnis model supaya bisa fokus pada bisnis inti masing-masing. “Saya pikir urusan superholding diubah konsepnya menjadi subholding agar fokus pada kegiatan unit usaha,” kata Erick.
Langkah Erick membentuk subholding merupakan bagian dari visi Presiden yang menginstruksikan sekaligus memberikan kesempatan luas kepada Erick Thohir melakukan pembenahan di BUMN. Presiden ingin agar BUMN diperbaiki, baik total maupun manajemen. Jangan ada aset tidak produktif. Lewat subholding, Erick juga menghendaki agar BUMN yang dikendalikannya bisa lebih fokus dalam melakoni bisnis sesuai unit usaha. Pasalnya selama ini banyak BUMN yang memiliki bisnis di luar bisnis inti (core business).
Termasuk dengan mendirikan anak BUMN yang bisnisnya malah tidak nyambung dengan core business perusahaan induk. Alhasil, bisnis anak BUMN tidak ada korelasi dengan bisnis induknya. alah satu faktor penyebab munculnya bisnis BUMN dan anak BUMN yang tidak fokus, lantaran analisisnya hanya mengikuti tren bisnis yang ada, bukan berdasarkan analisis kebutuhan
Adanya 142 BUMN yang berada di bawah Kementerian BUMN, menurut Erick merupakan sebuah keunikan tersendiri dalam mengelolanya. Belum lagi soal tidak meratanya kontribusi pendapatan BUMN. Dari total 142 BUMN yang mempunyai total pendapatan Rp210 triliun, 76 persen di antaranya merupakan kontribusi dari 15 perusahaan BUMN. “Hal ini yang perlu diantisipasi ke depan karena 15 BUMN ini lebih banyak fokus ke bisnis perbankan, telekomunikasi, serta oil and gas. Terlebih ketika kita berbicara di era disrupsi seperti sekarang, bisnis perbankan sendiri kita tidak tahu 10 tahun mendatang dengan adanya bisnis e-payment, dan lain-lain,” terang Erick.
Soal transparasi dan itikad baik dalam pengelolaan BUMN, tampaknya Erick tak main-main. Ia pernah memarahi salah seorang dirut BUMN yang mengajaknya bertemu di restoran mahal sementara kondisi BUMN tersebut sedang merugi. Bagi Erick, seorang pemimpin BUMN harus memiliki self empati terhadap perusahaaan yang dipimpinnya. Begitu pula terkait pemberitaan di media massa yang menyatakan Dirut Garuda diduga menyelundupkan onderdil motor Harley Davidson dan dua sepeda baru bermerek Brompton. Dua jenis barang tersebut diangkut dalam pesawat Airbus A330-900 Neo yang didatangkan dari Toulouse, Prancis, pada Minggu 17 November 2019.
Erick menyatakan,
dirinya siap mencopot direksi Garuda Indonesia bila memang terbukti melakukan hal tersebut. Hanya
saja pihaknya harus menungu hasil penyelidikan Direktorat Jenderal Bea
Cukai Kementerian Keuangan. “Biarkan Bea Cukai melihat ada tidak
kasus-kasus seperti yang dilaporkan, kalau ada ya (direksi) harus
dicopot,” ujar Erick, pada acara
Marketeer Award, di Jakarta, Rabu (4/12).
Membenahi Anak Usaha
Salah satu kebijakan Erick agar BUMN kembali kepada khitah-nya atau fokus kepada core business adalah menata ulang keberadaan anak usaha BUMN. Ia pun mencontohkan bisnis yang dijalani PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dengan anak perusahaanya PT Gapura Angkasa, yang bergerak di bidang usaha jasa ground handling dan penunjang usaha penerbangan di bandara. Seharusnya Gapura tidak perlu berada di bawah usaha Garuda tetapi di bawah Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II karena fokus bisnis kedua BUMN ini pada pengelolaan bandara. DI sisi lain, Gapura yang didirikan pada 1998 merupakan perusahaan patungan antara AP II (46,26 persen.) Garuda (46,26 persen) dan AP I (I 7,76 persen).
Dari sisi kepemilikan, AP II merupakan pemegang saham mayoritas Gapura. Karena itu, lanjut Erick, lebih baik bila Gapura berada di bawah Angkasa Pura (AP) yang memang mengelola bisnis tersebut. “Kenapa harus ada over lapping yang membuat kegiatan kontra produktif,” selorohnya.
Erick juga bakal mengkaji
rencana pembentukan holding pelabuhan
yang melibatkan empat BUMN yakni PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I, II, III,
dan IV. Dalam kacamata Erick, masing-masing perusahaan semestinya berfokus pada
lini bisnis, bukan pembagian wilayah. Selama ini masing-masing Pelindo tersebut beroperasi
berdasarkan wilayah. Di mana Pelindo I beroperasi di Aceh, Sumatra Utara, Riau,
dan Kepulauan Riau. Pelindo II di Sumatera Barat, Lampung, Bengkulu, Jambi,
Bangka Belitung, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan
Kalimantan Barat.
Langkah Kementrian BUMN
melakukan subholding juga untuk menghindari persaingan sesama BUMN yang justru
saling merugikan. Adanya subholding diyakini dapat mengembalikan BUMN kepada bisnis
inti masing-masing. Selama ini ada BUMN yang menjalankan usaha yang
kontraproduktif. Konsep subholding
menjadikan BUMN lebih fokus pada bisnis unit usaha mereka. Hal tersebut berbeda
dengan konsep superholding versi menteri
sebelumnya, di mana sebuah holding BUMN membawahkan banyak holding dengan yang mengelola beragam
bisnis.
“Ke depan tidak ada lagi BUMN yang memiliki kinerja kontraproduktif karena konsep superholding. PT Pelindo I, II, III, dan IV, kami bagi sesuai fungsi, yaitu pelabuhan peti kemas, pelabuhan curah cair, dan lain-lain. (Pelindo) tidak lagi berdasarkan subregion yang akhirnya saling kanibal di antara mereka,” papar Erick.
Ia menambahkan, ketika meninjau operasional Pelabuhan Benoa, Bali ternyata di pelabuhan tersebut banyak kegiatan yang kontraproduktif sehingga Kementerian BUMN perlu menindaklanjuti. Akhirnya di lapangan diputuskan, Pelabuhan Benoa akan ditata ulang sebagai pelabuhan cruise sehingga dapat bersandar kapal-kapal pesiar berukuran besar. Karena itu sebagai pelabuhan cruise, tidak mungkin bila berdampingan dengan pelabuhan ikan, peti kemas dan curah cair.
Erick juga mengaku terheran dengan banyak BUMN yang mengelola bisnis di luar bisnis inti. Misal, hampir semua BUMN mempunyai bisnis hotel, baik dikelola sendiri maupun oleh anak usaha. Karena itu, ia hendak menata kembali bisnis BUMN agar sesuai bidang dan kompetensinya. Seperti PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (PANN). Dirinya tidak bisa menyalahkan direktur utama karena ia baru masuk dan core businnes PANN sudah tidak fokus. Ternyata, PANN mempunyai dua hotel, juga harus membenahi leasing kapal terbang yang sudah tidak ada. Hal tersebut harus dikonsolidasikan agar semua BUMN sesuai dengan core business-nya.
“Saya juga baru kenal dengan direksi (PT PANN) tadi, mengenai perusahaan leasing kapal, bagaimana perusahaan leasing kapal ini bisa hidup kalau sejarahnya ada leasing pesawat terbang, apalagi mohon maaf tiba-tiba ada bisnis hotel,” ujar Erick.
Gebrakan lain, Erick bakal menerbitkan peraturan terkait pendirian anak dan cucu BUMN. Intinya, BUMN tidak lagu semudah dahulu bila hendak mendirikan anak usaha maupun cucu usaha lantaran saat ini sudah terlalu banyak anak hingga cucu BUMN. Namun jangan khawatir, Erick tidak akan serta merta menutup semua anak dan cucu BUMN. Sepanjang tujuan pendirian anak dan cucu BUMN tersebut jelas, Kementerian BUMN tidak akan menghentikannya. “Saya tidak akan setop mereka buat anak perusahaan, tapi kalau alasannya tidak jelas harus saya setop,” ujarnya.
Menurutnya, langkah memperketat pembentukan anak dan cucu BUMN merupakan bentuk sinkronisasi BUMN agar bisa kembali ke bisnis inti. Jadi, ke depan BUMN tidak terlalu gampang membentuk anak maupun cucu perusahaan.
Sebelum menerbitkan peraturan menteri (Permen) tersebut, pihaknya akan berkoordinasi dnegan kementerian lain. “Permen ini harus segera dikeluarkan tentu dengan seizin kementerian lain. Tapi di situ lah kita juga ada hak me-review anak-anak perusahaan ini,” tambahnya.
Permen tersebut harus segera dikeluarkan agar Kementerian BUMN punya wewenang mengevaluasi anak dan cucu BUMN yang jumlahnya mencapai ratusan perusahaan.