Terjungkal Akibat Cargo Ilegal
Pemecatan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., Ari Askhara seakan mengonfirmasikan keseriusan Menteri BUMN Erick Thohir menindak direksi BUMN yang nakal.
Karier I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau yang akrab disapa Ari Askhara berakhir tragis. Jabatannya sebagai Dirut Garuda sejak 2018 kandas dalam hitungan kurang dari tiga hari sejak ia terbukti menyelundupkan onderdil Harley Davidson tipe Shovelhead 1970 dan dua unit sepeda lipat Brompton dalam pesawat Airbus A330-900 milik maskapai yang dipimpinnya, PT Garuda Indonesia. Akibat polemik ini, harga saham Garuda pun langsung anjlok.
Ari tak sendiri. Hukuman yang ia teruma pun menimpa empat Direksi Garuda yang lain, yang dianggap mengetahui dan terlibat dalam kargo gelap tersebut. Empat direksi itu diberhentikan sementara dan akan diberhentikan permanen dalam RUPLSB Garuda yang bakal digelar Januari 2020. Hal ini sesuai dengan aturan bagi sebuah perusahaan terbuka (Tbk).
Menteri BUMN Erick Thohir mengambil tindakan pemecatan empat direksi Garuda berdasarkan laporan Komite Audit dan Komisaris Garuda. Berdasarkan laporan yang diterima Erick, dalam penyelundupan tersebut Ari tidak “bermain” sendiri dengan memanfaatkan perusahaan yang dipimpinnya. “Ini menyedihkan. Ini proses menyeluruh dalam sebuah BUMN. Bukan individu. Ini tentu Ibu [Menteri Keuangan, Sri Mulyani] sangat sedih,” ucap Erick dalam konferensi pers di Kemenkeu, Kamis (5/12/2019).
Hasil kerja dari Komite Audit Garuda yang juga menunjukkan mantan Direktur Keuangan Garuda tahun 2014 tersebut memang memanfaatkan saluran perusahaan. Ia memerintahkan bawahannya mencari motor Harley Davidson tipe Shovelhead pada 2018 lalu. Selanjutnya Ari melakukan transfer sebagai pembayaran pada April 2019 melalui rekening pribadi finance manager Garuda Indonesia cabang Amsterdam, Belanda.
Erick Thohir menilai penyelundupan Harley merupakan tindakan kriminal. Ia pun bertindak dalam tempo singkat setelah mendapatkan laporan dari Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan. Ia lantas membuat konferensi pers dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan mengumumkan secara resmi mencopot Ari sebagai Dirut Garuda Indonesia. Selain memecat Ari, sebelumya Erick juga sempat meminta agar direksi yang terkait dengan kasus penyelundupan tersebut bersedia mengundurkan diri. Dewan Komisaris Garuda Indonesia pun menetapkan Fuad Rizal sebagai Pelaksana Tugas Direktur Utama Garuda Indonesia pada Jumat (6/12/2019). Ia juga tetap melaksanakan tugasnya sebagai Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Garuda Indonesia.
“Penetapan Fuad Rizal Sebagai Plt Direktur Utama Garuda Indonesia akan berlaku hingga dilaksanakannya Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Garuda Indonesia dalam waktu dekat,” ujar VP Corporate Secretary Garuda Indonesia Ikhsan Rosan dalam keterangan tertulis, Jumat (6/12/2019).
Fuad bukan orang baru di tubuh Garuda Indonesia. Alumnus jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Bandung (ITB) angkatan 1995 tersebut sudah menjabat di Garuda sejak Februari 2015. Kala itu, ia mengisi bagian keuangan dan perbendaharaan perseroan hingga September 2018. Selanjutnya, ia menjabat Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko hingga saat ini. Sebelum bergabung dengan Garuda, Fuad malang melintang di sejumlah perusahaan, mulai dari Bank CIMB Niaga dari 2007-2010, ANZ 2010-2011, hingga Standard Chartered Bank dari November 2011 hingga Februari 2016.
Ketika Ari diangkat sebagai Dirut Garuda Indonesia, sejatinya ia diharapkan mampu membawa kinerja Garuda terbang tinggi lantaran sebelumnya airlines ini terus mengalami kerugian. Namun di bawah kepemimpinannya, Garuda justru sempat tercoreng atas kasus pemalsuan laporan keuangan Garuda dari rugi menjadi untung, pada April 2019.
Ketika itu, Ari melaporkan keuangan Garuda tahun 2018 dalam RUPS yang menyatakan Garuda berhasil mencetak laba bersih sebesar 809.840 dolar AS. Hanya saja dua komisaris Garuda, yaitu Chairal Tanjung dan Dony Oskaria tidak bisa menerima laporan tersebut. Keduanya pun mempertanyakan dan menolak menandatangani laporan buku tahunan Garuda 2018. Chairal Tanjung dan Dony Oskaria merupakan Komisaris Garuda Indonesia yang mewakili pemegang saham dari PT Trans Airways dan Finegold Resources Ltd yang menguasai 28,08 persen saham Garuda yang berkode bursa GIAA.
Manajeman Garuda dianggap memalsukan laporan keuangan tersebut. Kedua komisaris itu mempertanyakan realisasi Perjanjian Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas Dalam Penerbangan, antara PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia (anak usaha Garuda), yang diteken pada 31 Oktober 2018, yang diperkirakan menuai kerugian sebesar 244,95 juta dolar AS. Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun turun tangan dengan melakukan investigasi. Kedua lembaga tersebut memberikan sanksi kepada Garuda serta auditor yang mengaudit laporan keuangannya.
Evaluasi Manajemen Garuda
Menyikapi kasus penyelundupan Harley Davidson oleh orang nomor satu Garuda Indonesia, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menilai kasus penyelundupan Harley-Davidson oleh Dirut Garuda Indonesia merupakan sebuah pelanggaran berat, sehingga ada tindakan pemecatan merupakan momentum yang tepat untuk mengevaluasi manajemen dalam industri penerbangan. “Ini menjadi momentum yang bagus sekali, menjadi bagian untuk mengintrospeksi bahwa proses pemilihan direksi sangat penting untuk industri, khususnya dari sisi governance, kompetensi, track record,” ujar Budi.
Ia menambahkan, Kementerian Perhubungan akan membantu Kementerian BUMN dalam mengevaluasi kinerja direksi perusahaan BUMN terebut. Evaluasi yang dimaksud lebih melihat pada kepatuhan teknis perusahaan selama ini. “Kami akan mengevaluasi secara teknis direksi-direksi, khususnya direktur operasi, maintenance, dan yang lain oleh Kementerian BUMN akan berkoordinasi dengan kami,” katanya.
Pihaknya juga akan menggandeng Komisaris Garuda Indonesia untuk mengevaluasi kinerja direksi selama ini. Sebab, komisaris merupakan pihak yang bersinggungan dengan tata kelola perusahaan. Di sisi lain, Budi Karya menilai kinerja operasional perusahaan tidak akan goyang, meski ada sinyal perombakan direksi oleh Menteri BUMN Erick Thohir. Garuda Indonesia merupakan salah satu BUMN besar di tanah air. Korporasi sekelas Garuda, mereka tak akan goyah dalam operasional walaupun memang ada satu perombakan yang drastis. Dan itu sepenuhnya kewewengan Menteri BUMN.
Berharap KPK Turun Tangan
Perilaku lancung yang dilakukan Ari dengan membawa barang dari luar negeri secara ilegal, jelas merupakan tindak pidana. Terlebih, ada potensi kerugian negara kisaran Rp 532 juta hingga Rp 1,5 miliar. Menurut keterangan Menteri Keuangan Sri Mulyani, berdasarkan hasil pemeriksaan 18 kotak yang ditemukan dalam lambung pesawat baru Garuda Indonesia tipe Airbus A330-900 NEO, motor Harley Davidson tahun 1972 tersebut seharga Rp 800 jutaan. Adapun untuk sepeda Brompton diperkirakan seharga Rp 50 juta hingga Rp 60 juta per unit.
Sri Mulyani mengungkapkan, awalnya manifest pesawat yang mendarat di hanggar PT GMF tersebut dilaporkan nil cargo. Namun, ketika diperiksa pada lambung pesawat, ditemukan beberapa koper bagasi penumpang dan 18 koli yang keseluruhannya memiliki claimtag sebagai bagasi penumpang. Setelah dirinci, 15 koli berisi onderdil motor Harley Davidson atas nama SAW dan tiga kotak lainnya dengan claim tag LS berisi dua sepeda merek Brompton kondisi baru beserta aksesori sepeda tersebut.
Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) pun diharapkan turun tangan dalam kasus ini. Pengamat hukum pidana, Indriyanto Seno Adji menilai, KPK melalui Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat (PIPM) perlu mengusut kasus Dirut Garuda yang menyelundupkan motor Harley Davidson dan sepeda Brompton di pesawat baru jenis Airbus A330-900 seri Neo. “KPK melalui PIPM atau Polri dan Kejaksaan Agung bisa melakukan pemeriksaan sebatas pengumpulan bahan keterangan sebagai ‘early warning’, tanpa masuk dalam tahap lidik,” ujar Indriyanto.
Menurut dia, hal tersebut dapat dilakukan dengan tujuan mengetahui apakah terdapat dugaan penyalahgunaan wewenang atau tindakan melawan hukum, serta kerugian negara dalam perbuatan tersebut. Dalam arti luas, penyelundupan barang oleh pejabat Garuda merupakan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang. Perbuatan tersebut memasukkan barang tanpa didukung dokumen kepabeanan yang sah dan bisa menimbulkan kerugian negara berupa pajak bea dan denda.
Indriyanto menambahkan, perbuatan petinggi Garuda tersebut juga terencana dan terstruktur meski dalam lingkup kecil. Sebagai langkah pembelajaran ke depan, ia mengusulkan, sebaiknya dilakukan pemanggilan terhadap oknum-oknum yang terlibat. Upaya pemanggilan tersebut untuk mengumpulkan bahan keterangan serta menentukan apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja secara melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang dan bisa menimbulkan kerugian negara yang koruptif atau dapat dilakukan hanya sebatas denda kepabeanan.
Bahkan untuk koordinasi pencegahan korupsi, KPK dapat mengusulkan kepada Kementerian BUMN agar untuk memberi teguran keras atau menindak manajemen administratif direksi Garuda Indonesia sebelum KPK bertindak lebih jauh atas penyimpangan tersebut. Gugatan secara perdata, pemeriksaan dugaan pidana dan pelanggaran administratif memang menjadi pilihan yang harus dilakukan oleh aparat penegak hokum, sehingga tidak timbul kesan bahwa pelaku adalah mereka yang memiliki imunitas terselubung.