CEO NOTES

Memaknai Proses Pendakian

Perjalanan hidup bak proses mendaki gunung. Ketika sampai di puncak, ia berhenti sejenak untuk memaknai proses dan tak lupa bersyukur. Setelah itu, ia bersiap mengarungi pendakian selanjutnya untuk kembali menggapai puncak.

Lahir di Desa Gambiran, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, masa kecil dan remaja Sunarso diwarnai kesederhanaan. Profesi kedua orangtuanya sebagai petani, melatih jiwanya untuk memiliki insting dan keabraban dengan dunia pertanian sejak kecil. Meski keduanya sibuk bertani, urusan pendidikan tetap nomor satu. Terbukti, Sunarso dan saudara-saudara  kandungnya melaju hingga bangku kuliah.

Lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) di Pandaan, Pasuruan, Sunarsno melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 1983 melalui jalur tanpa tes, atau saat itu dikenal dengan Proyek Perintis II. Sunarso yang kala itu mengambil Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian berhasil meraih gelar Insinyur Pertanian pada tahun 1988. Tak berhenti di situ, ia lantas melanjutkan pendidikannya ke pascasarjana hingga meraih Magister Sains (M.Si) dari Universitas Indonesia pada tahun 2002.

Semasa kuliah, Sunarso gemar mengajar. Ia pernah menjadi Guru Matematika dan Fisika di STM Grafika Mardi Yuana Bogor, serta menjadi Asisten Dosen Mata Kuliah Sosiologi Pedesaan di IPB.

Pria kelahiran 7 November 1963 ini merasa sangat bersyukur karena dibesarkan di tengah keluarga yang hangat dan penuh kasih sayang. Mereka juga dididik disiplin dan senantiasa bersemangat meraih cita-cita yang tinggi. “Dengan segala jerih payahnya, orang tua membiayai pendidikan dan mendorong saya agar tidak takut untuk memiliki cita-cita yang tinggi. Pesannya agar saya memelihara cita-cita itu sampai terwujud dengan satu kata kunci, yakni belajar,” ungkap Sunarso seraya mengenang pesan orangtuanya.

Meski pendidikan formal menjadi suatu keharusan, namun Sunarso juga memperkaya “ilmunya” dari berbagai pengalaman hidup. “Kita harus banyak mengambil hikmah dan pelajaran dari perjalanan hidup. Yang paling menginspirasi saya adalah berbagai mata kuliah dari ‘Universitas Kehidupan’ yang saya lalui,” ungkapnya berfilosofi.

Sang Bankir yang Andal

Garis hidup sang insinyur berlabuh di industri keuangan. Sunarso dikenal sebagai bankir senior yang andal. Keterlibatannya di perbankan nasional berawal dari bergabungnya Sunarso di PT Bank Dagang Negara (Persero) atau BDN pada tahun 1990 melalui jalur Officer Development Program (ODP) yang menempatkannya sebagai Relationship Manager di Kantor Pusat Urusan Korporasi. Penugasan tersebut ia jalani hingga BDN merger menjadi Bank Mandiri tahun 1999.

Di Bank Mandiri, pria yang sebelumnya pernah berkarir di perusahaan konsultan perencanaan dan perusahaan perkebunan itu  kembali ditempatkan sebagai Senior Relationship Manager di Corporate Banking sampai tahun 2005, meningkat menjadi Vice President sampai akhir 2006. Pada tahun 2007, dirinya dipromosikan menjadi Senior Vice President Corporate Banking Plantation Specialist Group, sebuah unit kerja yang fokus pada pengelolaan nasabah yang bergerak di bidang Perkebunan.

Pada tahun 2009, Plantation Specialist berkembang menjadi Unit Bisnis yang cakupannya lebih luas. Namanya pun diubah menjadi Agrobased Group. Seiring perkembangan tersebut, manajemen Bank Mandiri mengutusnya menjadi Executive Vice President untuk memimpin Agrobased Group.  

Kariernya berlanjut. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Bank Mandiri bulan Mei 2010, pria yang dinobatkan sebagai salah satu dari 4 orang The Most Influential People in Southeast Asia, kategori Leading Corporate &Commercial Banking oleh Majalah Alpha Southeast Asia itu didaulat menjadi Commercial & Business Banking Director hingga Maret 2015. Selanjutnya, ia mendapat amanah dari pemegang saham untuk “bergeser” ke bank pelat merah lainnya, menjadi Wakil Direktur Utama Bank BRI. Ia terlibat aktif memimpin penyusunan corporate plan BRI 2018-2022.

Dua tahun kemudian, tepatnya Oktober 2017, Sunarso didapuk menjadi Direktur Utama Pegadaian dan langsung memimpin transformasi Pegadaian melalui Program G-star Strategy untuk mewujudkan Pegadaian sebagai The Most Valuable Finance Company in Indonesia dan National Financial Inclusion Agent. Atas kerja kerasnya, ia banjir apresiasi, di antaranya The Best CEO pada Anugerah BUMN 2018, The Best CEO BUMN kategori The Best Good Corporate Governance & Service serta The Best CEO kategori The Best Transformative Leader.

Selanjutnya, pada Januari 2019 ia kembali ke BRI menjadi Wadirut dan akhirnya ditetapkan menjadi Dirut BRI sejak September 2019 hingga saat ini. Baginya, inilah saatnya untuk memastikan implementasi program transformasi BRIvolution berjalan dengan baik, demi mewujudkan visi BRI sebagai The Most Valuable Bank in South East Asia and Home to The Best Talent”. Pancaran energi positif dari seluruh insan BRI dalam semangat kebersamaan dan ‘guyub’ menjadi energi positif yang terus menggairahkan jiwanya.

Mental Petarung

Sunarso memegang dua prinsip utama dalam memimpin, yakni naluri dan etika. Baginya, naluri memimpin bisa jadi given pada kodrat seseorang, namun etika memimpin diperoleh melalui pelajaran maupun inspirasi yang didapatkan melalui perjalanan hidup seseorang. “Etika memimpin itu menjaga batasan profesionalitas. Kalau hanya memimpin dengan naluri, kita bisa saja menerobos batas-batas profesionalitas. Jadi, saya akan berusaha untuk menjaga keseimbangan antara naluri dan etika dalam memimpin,” ujar pria yang memandang value kepemimpinan tertinggi ialah inspiratif, di mana ia harus membuat orang memiliki kemandirian untuk merancang sukses bagi dirinya maupun perusahaan.

Seraya berfilosofi,  penggemar berat olahraga sepakbola dan pengagum tokoh Kresna yang dalam perwayangan digambarkan sebagai sosok pelindung (pengayom) ini memaknai hidupnya sebagai sebuah pendakian tanpa henti. Untuk bisa terus mendaki, menurutnya, dibutuhkan integritas, ketangguhan, dan kemampuan diri untuk bisa berkolaborasi dengan lingkungan. Sunarso yang seringkali menyempatkan diri untuk bermain sepak bola bersama karyawan ini meyakini bahwa kesuksesan diukur dari ketepatan seseorang dalam merespons challenge, memahami makna proses yang dijalani serta mensyukuri hasil pencapaiannya.

“Hidup adalah tentang mendaki. Setiap pendakian selalu ada proses yang harus dimaknai, dan pencapaian puncak pun wajib disyukuri. Saat satu puncak pencapaian berhasil diraih, jangan berhenti lalu camping di situ sebab sesungguhnya kita adalah climber bukan camper. Maka tugas kita selanjutnya adalah menciptakan tujuan pendakian berikutnya sekaligus mengatur strategi menaklukkan tantangan puncak lainnya. Itulah mental petarung sejati,” ungkap Sunarso.

Filosofi permainan sepak bola dan tokoh wayang Kresna seolah mengalir dalam darah dan semangatnya dalam mengawal karir di dunia perbankan, hingga membawa BRI bertransformasi.  Ia menggambarkan transformasi kelompok muda di BRI seperti tim sepak bola, di mana para pemain muda menghendaki transformasi strategi dan cara menguasai lapangan, sementara yang senior akan menjadi coach.

Ia memaknai sepak bola sebagai miniatur dari sesuatu yang besar sekaligus simplifikasi sesuatu yang kompleks. Layaknya sebuah organisasi, dalam permainan sepak bola ada tujuan yang harus dicapai melalui kerja sama dan strategi. Sama halnya yang terjadi di dalam organisasi, dalam sepak bola juga ada keputusan kolektif, keputusan individu, keputusan yang sudah dirancang, juga keputusan yang tiba-tiba harus diambil.

Nostalgia di Kebun

Lahir dari keluarga petani, passion di bidang pertanian tetap terjaga hingga kini. Di luar pekerjaannya, Sunarso juga memiliki dan menjalani hobi bercocok tanam. “Pertanian sudah menjadi naluri,” selorohnya antusias.

Di waktu luang ia menyempatkan diri pergi ke sawah atau ke kebunnya di Karawang. Selain bernostalgia, ia juga berusaha meresapi lebih dalam makna bertani. “Saya ingin merasakan denyut pertanian itu seperti apa, dan dari sana dapat kita tangkap gambaran siklusnya mulai dari bahan baku sampai menjadi bisnis. Kemudian, kalau ditarik menjadi skala nasional itu menghasilkan kebijakan seperti apa,” gumamnya.

Di sela kesibukannya mengawal transformasi BRI, ayah tiga putri ini tetap memiliki manajemen waktu untuk menjaga keseimbangan antara pekerjaan, hobi, serta menciptakan  quality time dengan keluarga tercinta. Salah satu yang menarik dilakukan adalah  menyetir mobil sendiri ketika bepergian bersama keluarga. “Kalau ingin dekat dengan keluarga, saya biasanya tidak pakai sopir. Kalau perlu, saya yang menyetir atau istri atau anak saya,” katanya.

Salah satu perjalanan yang paling menyenangkan dengan keluarga adalah ketika melakukan mudik dengan mengendarai mobil ke kampung halaman di Pasuruan, Jawa Timur. Namun, sejak memiliki kesibukan yang padat sebagai pemimpin bank terbesar di Indonesia, kebiasaan naik mobil menuju ke kampung halaman sepertinya akan sulit dilakukan. Terlebih di saat pandemic saat ini, pemerintah melayangkan larangan mudik bagi masyarakat sebagai salah satu upaya memutus rantai penyerabarn covid-19.

Kepada BRI, perusahaan yang dicintainya, ia bertekad mengawal BRI menggapai misinya menjadi The Most Valuable Bank in Southeast Asia & Home to The Best Talent pada tahun 2022. Obsesi ini direalisasikan melalui langkah transformasi culture yang berkaitan erat dengan pengembangan human capital perusahaan dan transformasi digital meliputi pengembangan teknologi yang customer centric based, sehingga dapat menciptakan new business model yang lebih cepat, nyaman, aman dan efisien.

“Kedepan, BRI memiliki misi bisa melayani rakyat sebanyak mungkin dengan melayani ke segmen yang lebih mikro (go smaller), proses yang lebih cepat (go faster), dengan harga/biaya seefisien mungkin (go cheaper). Semoga itu bisa tercapai,” harapnya dengan nada optimis.

Artikel Terkait

Berita Lainnya
Close
Back to top button